TEMPO Interaktif, Padang: Penutupan 13 perusahaan tambang batubara di Sawahlunto bisa mengakibatkan daerah kehilangan pendapatan sebesar Rp 3-4 miliar setahun. Selain itu, sekitar 1.000 pekerja akan kehilangan pekerjaan.
Hari ini aktivitas penambangan dalam batubara milik 13 perusahaan di Sawahlunto mulai berhenti. Penghentian ini karena perintah Walikota Sawahlunto Amran Nur yang meminta dilakukan pengecekan lokasi tambang dan standar keselamatan kerja di 13 perusahaan tambang batubara.
Kepala Dinas Pertambangan, Industri, Perdagangan dan Koperasi Syafriwal mengatakan hari ini tidak ada lagi aktivitas tambang dalam sampai ada pengecekan standar keselamatan perusahaan tambang dan sampai perusahaan tambang melengkapi peralatan keselamatan kerja di tambang miliknya.
Ia mengakui dengan penutupan ini memang akan banyak berpengaruh terutama pada pendapatan negara dari restribusi perusahaan tambang. Selain itu banyak masyarakat yang akan kehilangan pekerjaan. Namun ini dilakukan demi keselamatan.
“Keselamatan lebih utama dibandingkan ratusan juta pendapatan untuk daerah dari restribusi, kita harapkan perusahaan tambang ini setelah dicek segera melengkapi kelengkapan standar keselamatannya, memperbaiki fasilitas tambangnya agar bisa segera beroperasi kembali,” kata Syafriwal.
Ia mengatakan, 13 perusahaan Penambangan batu bara si Sawahlunto memiliki izin kuasa penambangan untuk lahan seluas 4.000 hektare. Tambang itu meliputi tambang dalam dan tambang luar. Mereka memperkerjakan sekitar seribu penambang.
Kontribusi perusahaan pertambngan untuk megara menurut Syafriwal sudah diatur undang-undang. Setiap ton batu bara yang terjual yang kalorinya di atas 6.000 kalori diberikan hasilnya tujuh persen ke negara. Sedangkan dibawah 6.000 harus bayar lima persen yang disetor ke Departemen Keuangan.
“Pembagian hasilnya 20 persen untuk pemerintah pusat, 16 persen pemerintah provinsi, 32 persen daerah penghasil, 32 persen untuk kabupaten tetangga di sekitarnya. Dari hitungan ini kontribusi perusahaan tambang untuk PAD Sawahlunto sekitar Rp 2-3 miliar per tahun,” kata Syafriwal.
Ia berharap perusahaan tambang segera memenuhi standar keselamatan kerja agar bisa cepat beroperasi sehingga meminimalkan kerugian yang akan ditanggung. Terutama pendapatan seribu penambang yang bekerja di perusahaan itu.
FEBRIANTI