Ia mengatakan, negosiasi bukan hanya soal harga jual listrik. "Seluruh kontrak akan berubah kalau harganya diubah, padahal penunjukkan kontraktor listrik itu dari tender," katanya. Ia khawatir jika PLN menyetujui harga jual listrik proyek itu diubah, maka pemenang tender yang kalah akan protes dan banyak kontraktor swasta minta kenaikan harga.
Menurut dia, intervensi pemerintah dalam masalah ini sangat dibutuhkan. Hal serupa, kata dia, pernah terjadi ketika harga jual listrik dari 27 IPP (independent power producers/kontraktor listrik swasta) generasi pertama diturunkan oleh pemerintah melalui peraturan presiden.
"Kejadiannya waktu krisis 1998, PLN harus negosiasi harga karena kurs dolar Amerika Serikat meningkat," ujar Bambang. Ia menilai jika tanpa intervensi pemerintah, maka proyek panas bumi ini tidak akan berjalan sesuai target pada 2011.
Terkait soal harga, Medco meminta harga jual listrik panas bumi sekitar 8 sen hingga 9 sen dolar AS per kilowatt hour. Harga itu lebih tinggi dibandingkan kontraktor swasta saat tender awal, PT Geo Dipa, sekitar 4,5 sen per dolar AS per kilowatt hour.
Bambang mengatakan, harga tersebut sedang dibicarakan dengan Medco bersama Asosiasi Panas Bumi dan Direktorat Jenderal Mineral, Batu Bara, dan Panas Bumi Departemen Energi. "Semua sepakat harga tertinggi untuk listrik panas bumi 6,8 sen per dolar AS per kilowatt hour," katanya. "Tapi tidak segampang itu PLN dan Medco menyepakati karena kontrak harus diubah."
Direktur Proyek Medco Lukman Mahfoedz sebelumnya mengatakan negosiasi dengan PLN soal pembangkit Sarula berjalan positif. "Hasilnya cukup menggembirakan," ujarnya. Menurut Lukman, proyek ini penting bagi Medco dan pemerintah karena di wilayah Sumatera Utara sedang mengalami kekurangan listrik dan pembangkitnya masih bergantung diesel.
SORTA TOBING