Pinjaman itu untuk membiayai dua proyek pembangkit listrik tenaga uap, yakni Teluk Sirih, Sumatera Barat senilai US$ 138 juta atau sekitar Rp 1,4 triliun dan sisanya untuk Adipala, Jawa Tengah. Saat ini perseroan tengah melengkapi syarat administrasi untuk pinjaman tersebut. Namun secara prinsip, katanya, sudah tidak ada masalah dengan perjanjian pinjaman dana itu. "Termasuk bunganya juga sudah tidak ada masalah," kata Fahmi tanpa menyebutkan besarnya bunga pinjaman.
Sebelumnya perjanjian pinjaman itu akan ditandatangani saat peresmian jembatan Suramadu pada 10 Juni. Namun perusahaan setrum pelat merah itu belum melengkapi syarat administrasi, sehingga terpaksa ditunda. Kedua pembangkit ini masuk dalam proyek percepatan 10 ribu megawatt tahap pertama. Pembangkit Teluk Sirih berkapasitas 2 x 112 mega watt dengan kebutuhan dana US$ 138 juta dan Rp 521 miliar.
Sedangkan Adipala berkapasitas 660 mega watt dengan kebutuhan dana US$ 468 juta dan Rp 1,89 triliun. Kebutuhan dana dalam rupiah untuk kedua pembangkit tersebut diperoleh dari Asosiasi Bank Pembangunan Daerah. Semula PLN berniat melempar pembangkit Adipala ke swasta jika kesulitan memperoleh dana. "Sekarang pendanaan sudah dapat, jadi opsi untuk dilempar ke swasta tidak jadi," katanya.
DESY PAKPAHAN