TEMPO Interaktif, Malang - Tingkat pencemaran sungai Brantas cukup berat, kualitas air kategori D yang hanya layak untuk konsumsi hewan ternak. Sumber pencemar berasal dari limbah industri dan limbah domestik rumah tangga. Sepanjang daerah aliran sungai Brantas yang melintas di Kabupaten Malang, berdiri 115 industri yang memanfaatkan aliran sungai Brantas. Diantaranya, industri skala kecil dan besar yang bergerak dalam pengolahan tepung tapioka, daur ulang kertas dan peternakan.
"Sungai Brantas tercemar berat dalam kategori D," kata Kepala Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Malang Subandiah Azis, Sabtu (27/6). Ia menyebutkan, limbah domestik menyumbang 40 persen pencemaran di sungai Brantas. Selebihnya, limbah berasal dari pabrik yang berdiri di aliran sungai Brantas. Untuk mencegah pencemaran lebih berat, Pemerintah Kabupaten Malang menyiapkan peraturan daerah tentang lingkungan hidup.
Untuk mengendalikan tingkat pencemaran lingkungan di daerah aliran sungai Brantas, Kantor Lingkungan Hidup tengah menyusun naskah akademik. Targetnya, peraturan daerah ini disahkan 2010 mendatang. Peraturan daerah lingkungan hidup ini diantaranya berisi mekanisme, prosedur dan penanganan limbah serta sanksi hukum bagi pelaku pelanggaran.
Peraturan daerah tersebut akan menjatuhkan hukuman berupa denda dan penjara bagi badan atau perorangank yang melanggar. Diantaranya, juga akan mengatur pengolahan limbah domestik rumah tangga untuk pemukiman di pinggir sungai. Setiap lingkungan pemukiman penduduk wajib membangun instalasi pengolahan air limbah. Sehingga, air limbah yang dibuang ke sungai memenuhi baku mutu yang telah ditentukan.
Konsep pengolahan limbah domestik rumah tangga ini telah diterapkan di Desa Curung Rejo Kecamatan Kepanjen. Air limbah domestik diolah sehingga tingkat pencemaran di sungai semakin berkurang. Sebelumnya, warga setempat langsung membuang limbah domestik ke daerah aliran sungai Brantas.
Peraturan daerah ini, kata Subandiah, juga bisa menindak tegas industri tak dilenglapi dengan dokumen analisis dampal lingkungan dan upaya pengelolaan lingkungan-upaya pemantauan lingkungan.Dari sebanyak 1.104 industri di Kabupaten Malang hanya 185 atau 16,75 persen yang telah dilengkapi dengan dengan Amdal atau UKL-UPL.
Tingginya industri yang tidak dilengkapi Amdal dan UKL-UPL diperkirakan karena pengusaha tidak memahami aturan. Namun, sebelum diterbitkan ijin operasional sebuah industri harus melengkapi dokumen pengelolaan lingkungan hidup seperti Amdal dan UKL-UKL. Amdal digunakan untuk industri yang memiliki dampak lingkungan cukup besar, sedangkan UKL dan UPL digunakan untuk industri menengah dan kecil. Industri yang belum melengkapi Amdal dan UKL-UPL bergerak pada berbagai sektor diantaranya industri rokok, batik tulis, peternakan dan daur ulang kertas.
Menanggapi rancangan peraturan daerah tentang lingkungan hidup, anggota komisi bidang pembangunan dan kesejahteraan, Muhammad Muklas mengatakan isu lingkungan hidup tengah menjadi perhatian global, untuk itu Pemeritah harus menyikapi dan proaktif terhadap persoalan lingkungan. Sebab, jika dibiarkan kerusakan lingkungan akan semakin parah hingga menganggu keseimbangan alam, makhluk hidup serta manusia.
"Polusi udara juga perlu diperhatikan, agar oksigen yang kita hirup tetap terjaga dan bersih," katanya. Ia mendukung rencana penyusunan peraturan daerah tentang lingkungan hidup untuk segera dibahas. Namun, ia berpesan agar penyusunan naskah akademiknya tak dilakukan secara terburu-buru tetapi harus lengkap mengatur persoalan lingkungan secara utuh.
Sedangkan fokus utama yang harus diperhatikan soal lingkungan hidup,lanjut Muklas, adalah persoalan ketersediaan air, sumber mata air dan kelestarian sungai. Persoalan tersebut sangat vital, sebab air menjadi kebutuhan utama hidup manusia yang harus dijaga dari pencemaran.
EKO WIDIANTO