TEMPO Interaktif, Yogyakarta - Angka inflasi selama semester pertama tahun 2009 tercatat 0,71 persen. Angka inflasi ini tercatat sebagai rekor terendah yang terjadi di Yogyakarta. Pada kurun yang sama, semester pertama 2008, angka inflasi di kota Yogya tercatat tujuh persen.
"Di tengah krisis global yang melanda dunia, angka inflasi sebesar 0,71 persen ini merupakan rekor terendah dan menyamai fenomena ekonomi di negara-negara maju," kata Djoko Raharto, Peneliti Ekonomi Madya pada Bank Indonesia Yogyakarta, saat melansir data perkembangan ekonomi DIY triwulan II, di kantor Bank Indonesia Yogyakarta, Jumat (3/7).
Menurut Djoko Raharto rendahnya tingkat inflasi di kota Yogyakarta selama semester pertama tahun 2009 ini tak lepas dari peran Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) yang beranggotakan para pejabat lintas-sektoral. TPID berhasil mempertahankan daya beli masyarakat. “Memang sempat terjadi kenaikan harga gula, namun itu lebih disebabkan oleh pasokan dan produksi yang tersendat,” jelas Djoko yang didampingi Pimpinan Bank Indonesia Yogyakarta, Tjahjo Oetomo.
Bahkan, angka inflasi pada bulan April 2009 tercatat minus 0,34 persen atau terjadi deflasi. Menurut Djoko, penyebabnya adalah turunnya harga emas perhiasan sejalan dengan turunnya harga emas dunia serta turunnya harga bawang merah karena telah memasuki masa panen.
Sementara inflasi di DIY pada bulan Juni 2009 tercatat sebesar 4,50 persen (year on year). Angka inflasi ini masih lebih rendah dibanding bulan Maret 2009 dan Juni 2008 yang masing-masing tercatat 7,91 persen dan 10,44 persen.
Sedangkan pertumbuhan ekonomi DIY pada triwulan II 2009 tercatat 5,00 persen, lebih tinggi dibanding laju pertumbuhan ekonomi periode sebelumnya sebesar 3,08 persen. Menurut Djoko Raharto, ada beberapa faktor penyebab pertumbuhan ekonomi DIY yang cukup tinggi. Pertama, panen mundur yang semula dijadwalkan Maret ternyata mundur hingga April dan Mei.
Kedua, jumlah kunjungan wisatawan ke Yogya yang meningkat tajam, khususnya wisatawan pelajar selama musim liburan sekolah. “Meningkatnya kunjungan wisatawan ini dibuktikan dengan banyaknya hotel di Yogya yang fully-booked,” ujarnya. Faktor lain penyumbang pertumbuhan ekonomi adalah pemberian gaji ke-13 serta menurunnya suku bunga.
Bank Indonesia Yogyakarta memprediksi investasi di DIY pada triwulan ini akan meningkat. Prediksi ini didasarkan oleh aktivitas proyek besar seperti dimulainya kegiatan penambangan pasir besi di pantai selatan Kulonprogo, pembangunan Inland Port di Kulonprogo, perluasan Bandara Adisucipto dan dimulainya belanja investasi oleh swasta.
HERU CN