"Saya sudah tanya ketua pengadilannya. Ada sidang dan diputus. Kalau dikatakan tidak diberi kesempatan membela diri, saya tidak yakin. Mungkin tidak mau membela diri," kata Harifin, pada wartawan di ruang kerjanya, Jumat (3/6).
Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Barat, kata Harifin, menjelaskan Amir dituntut dan divonis pada hari yang sama. "Itu biasa, dalam satu hari tuntutan langsung diputus. Tidak aneh itu," kata Harifin.
Menurut Harifin, hakim dapat membuat putusan secara lisan. "Putusan itu bisa diucapkan dengan lisan," kata Harifin. Hakim, lanjut dia, dapat menentukan terdakwa bersalah seWaktu pemeriksaan saksi.
Harifin mengatakan perkara narkoba seperti dalam kasus Amir Mahmud termasuk perkara mudah dalam pembuktian.
Kasus ini bermula saat Amir Mahmud yang bekerja sebagai sopir di Badan Narkotika Nasional ditangkap oleh polisi pada 19 Desember 2007. Ia ditangkap karena kedapatan membawa sebutir pil ekstasi.
Sidang dakwaan kemudian mulai digelar pada 26 Februari 2008. Pada sidang pembacaan tuntutan tanggal 27 Maret 2008, jaksa mengajukan tuntutan hukuman empat tahun penjara.
Menurut Amir dan istrinya, Herawati, majelis hakim mengatakan putusan akan diambil seminggu lagi. Setelah itu, Amir tak pernah lagi mengikuti sidang. Amir baru tahu dirinya telah divonis penjara empat tahun 30 hari setelah setahun mendekam di sel.
Herawati melaporkan dugaan kasus vonis tanpa sidang ke Komisi Yudisial. “Saya ini awam hukum, tapi saya ingat pada sidang terakhir hakim mengatakan sampai jumpa minggu depan,” kata dia. “Tidak ada ketuk palu putusan (dalam sidang itu)."
Harifin meminta Amir dan Herawati membuktikan pernyataannya tersebut. "Silakan buktikan kalau ada itu," kata Harifin.
SUTARTO