Deputi Perindustrian dan Perdagangan Kementerian Koordinator Perekonomian, Edy Putra, mengakui pengaturan DNI sektor kesehatan lebih berat dari tiga sektor lainnya yakni telekomunikasi, pekerjaan umum, dan pariwisata. Sebab, permodalan dan pengawasan rumah sakit merupakan dua hal yang berbeda.
"Kami usul pengawasan jangan masuk DNI," ujarnya ditemui di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jumat (10/7). Dia menjelaskan, kendati kepemilikan asing mencapai 65 persen namun pemilik dan dokter yang melanggar aturan kesehatan tetap dikenakan sanksi sesuai aturan itu.
Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari mengatakan kepemilikan dalam negeri yang sebelumnya 51 persen dipangkas menjadi 35 persen. Edy menuturkan turunnya kepemilikan dalam negeri itu terkait peningkatan manajemen dan pelayanan yang lebih baik, serta menarik masyarakat untuk berobat di dalam negeri. "Memberikan kesempatan yang lebih baik (kepada masyarakat)," kata dia.
Sebelumnya Siti menjelaskan bahwa kepemilikan asing diusulkan 67 persen tapi pihaknya meminta jumlah itu ditekan hingga 65 persen. Edy mengatakan, sesuai dengan undang-undang perseroan terbatas, kepemilikan 67 persen bisa mengambil keputusan substantif. Sementara kepemilikan sebesar 65 persen hanya memiliki keputusan administrasi.
Dia menambahkan kementerian perekonomian menjadwalkan masukan dari semua kementerian dan lembaga keempat sektor bisa selesai dalam dua minggu. Namun sejak rapat DNI yang digelar bulan lalu, hingga kini belum ada masukan dari kementerian dan lembaga. "Pembahasan akan kami selesaikan dalam satu kali pertemuan," ucapnya.
Edy melanjutkan sektor yang masuk ke dalam DNI bersifat sementara dan sektor yang masuk seharusnya bertambah banyak.
RIEKA RAHADIANA