TEMPO Interaktif, Malang: Sebanyak 39 sekolah menengah kejuruan (SMK) swasta memprotes SMK negeri karena dianggap melanggar ketentuan penerimaan siswa baru yang dinilai merugikan SMK swasta. Akibatnya, SMK swasta kekurangan murid dan terancam gulung tikar.
Menurut Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) H.M. John Nadha Firmana, sesuai dengan Surat Edaran Dinas Pendidikan Nomor 422/3412/35.73.307/2009 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru SMP, SMA, dan SMK Kota Malang tahun ajaran 2009/2010, persyaratan penerimaan calon siswa adalah telah lulus SMP, SMP luar biasa, dan madrasah tsanawiyah, memiliki ijazah dan surat keterangan hasil ujian nasional (SKHUN), atau program paket B memiliki ijazah dan nilai ujian nasional program paket B setara SMP. Jumlah nilai ujian nasional rata-rata yang bisa diterima adalah 8,00. "Semua SMK melanggar ketentuan tersebut," ujarnya kemarin.
Pagu siswa baru untuk SMK negeri sesuai dengan surat keputusan Dinas Pendidikan Jawa Timur Nomor 420/2679/108.03/2008 tentang Pedoman Penerimaan Siswa Baru adalah 32 siswa per kelas untuk kelas reguler, 24 siswa per kelas untuk kelas internasional, dan 26 siswa per kelas untuk sekolah standar nasional. Namun, pagu siswa baru di SMK negeri melebihi ketentuan, yakni 36 hingga 38 per kelas untuk kelas reguler. "Ada 15 dari 36 SMK swasta yang terancam ditutup karena kekurangan siswa."
SMK Swasta akan menempuh jalur hukum atas pelanggaran yang dilakukan SMK negeri. Menurut John, pelanggaran surat edaran bisa dikategorikan melanggar pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Ketua MKKS SMK Negeri Kota Malang Supandi membantah telah melanggar ketentuan. "Proses penerimaan siswa baru sudah sesuai dengan ketentuan," katanya.
Di Jember, pungutan sekolah terhadap siswa baru masih terjadi. Pungutan terjadi dalam masa daftar ulang siswa baru SD, SMP, hingga SMA. Di sekolah negeri yang tergolong favorit besaran pungutan mencapai Rp 1,5 juta untuk tingkat SD negeri, Rp 1-5 juta untuk SMP negeri, dan Rp 3 juta untuk SMA negeri.
Suratno, 41 tahun, seorang wali siswa yang diterima di SMAN 2 Jember, mengeluh karena harus membayar uang gedung Rp 3 juta. "Padahal, dalam rapat pertemuan minggu lalu, saya sudah menyanggupi bayar Rp 1,5 juta," kata dia.
Kepala sekolah SMAN 2 Jember, Sukantomo, mengaku memang ada kesepakatan antara orang tua-wali siswa dan komite sekolah soal sumbangan uang gedung. "Tetapi sifatnya semua sukarela, seikhlasnya, dan semampunya. Tidak ada paksaan atau tekanan apa pun," katanya.
Kepala Bidang SMP/SMA Dinas Pendidikan Nasional Jember I Wayan Wesa Atmaja mengaku tidak tahu tentang adanya pungutan untuk siswa baru. Namun, dia mengakui ada kebijakan Dinas Pendidikan soal pungutan kepada orang tua-wali siswa baru.
BIBIN BINTARIADI | MAHBUB DJUNAIDY