TEMPO Interaktif, Surabaya - Menteri Komunikasi dan Informatika Muhammad Nuh menolak dicalonkan menjadi Ketua Umum PBNU dalam Muktamar ke-32 Nahdlatul Ulama (NU) di Makassar pada Januari 2010.
"Sopo sing ngarani ngono (siapa yang mengatakan seperti itu), saya nggak ada krentek (niat dari lubuk hati) sama sekali," katanya di Surabaya, Sabtu (25/7).
Usai berbicara pada acara pengajian ibu-ibu majelis taklim se-Surabaya untuk menyongsong Ramadan 1430 Hijriyah di Masjid Nasional Al Akbar Surabaya, Nuh membantah menjadi kandidat pengganti KH Hasyim Muzadi, yang menyatakan tidak bersedia memimpin NU lagi.
Nuh yang menjadi anggota Syuriah Pimpinan Wilayah NU Jawa Timur ini menjelaskan, apabila dirinya dicalonkan menjadi Ketua Umum PBNU, ibarat kegedean klambi (baju terlalu besar).
Maksudnya, "NU itu organisasi besar, kalau saya (yang memimpin) akan seperti memakai baju yang terlalu besar, sehingga akan kedodoran," ujar mantan Rektor Imstitut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya itu.
Sebelumnya, dua pengurus NU, Mustofa Zuhad Mughni dan Ahmad Bagdja, dalam diskusi di Jakarta pada Rabu (22/7), menyebut ada kekuatan yang menyaingi KH Hasyim Muzadi. Kekuatan itu didukung pemenang pemilu presiden.
Saat ini sudah beredar kabar bahwa menteri Muhammad Nuh akan turut bertarung memperebutkan jabatan Ketua Umum PBNU dalam muktamar mendatang," kata Mustoda Zuhad yang `diamini` Bagdja.
Posisi KH Hasyim Muzadi kini disoroti sejumlah tokoh muda NU seperti Saifullah Yusuf dan Muhaimin Iskandar. Hasyim dituduh memihak calon presiden tertentu yang akhirnya kalah. Pengritik Hasyim pada pemilu lalu itu mendukung pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono.
Dalam berbagai kesempatan, Hasyim Muzadi menyatakan NU bersikap netral dalam Pemilu Presiden 2009. Namun, mayoritas ulama mendukung pasangan Jusuf Kalla-Wiranto, sedangkan ulama lainnya mendukung SBY-Boediono dan Megawati-Prabowo.
Kandidat calon lain yang santer disebut antara lain KH Mustofa Bisri (Gus Mus) dan KH Said Agil Siradj.
ANTARA