TEMPO Interaktif, Semarang - Ngatmin, 60 tahun, mertua Maruto Jati Sulistyo meminta agar Maruto menyerahkan diri kepada Polisi guna menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya, tentang dugaan keterlibatannya dalam jaringan teroris.
"(Menyerahkan diri) bisa di Boja atau di Klaten," kata Ngatmin dalam bahasa Jawa, di kediamannya, Jalan Pramuka Rt 04 Rw 06 Dusun Gedangan, Boja, Kendal, Kamis (30/7).
Menurut pria yang sehari-hari berdagang pakaian itu, menyerahkan diri kepada polisi merupakan keputusan terbaik agar status hukumnya jelas. Hal senada juga disampaikan ibu mertua Maruto, Sri Wahyuni. "Kami sekeluarga tidak tenang kalau keberadaan Maruto belum jelas. Apapun yang akan terjadi, segeralah menyerahkan diri."
Tahun 2003, Maruto menikahi Sri Utami, anak Ngatmin, dalam sebuah proses pernikahan yang sangat sederhana yang hanya diketahui tetangga terbatas. Ngatmin dan Sri wahyuni mengaku sangat kangen dengan Sri Utami serta cucu dari penikahan mereka.
Baik Ngatmin maupun Sri Wahyuni tidak bisa memastikan tentang kebenaran dugaan keterlibatan anaknya dalam jaringan teroris. "Kami tidak tahu. Biar polisi yang membktikan," kata Ngatmin.
Sementara Sri Wahyuni yakin, jika Maruto terlibat, pasti sudah ditangkap polisi beberapa tahun sebelumnya. Tahun 2005, nama Maruto juga sudah disebut-sebut masuk jaringan teroris. "Namun kenapa waktu itu tidak ditangkap," tanya Sri Wahyuni.
Maruto menikah dengan Sri Utami pada 2003. Sejak saat itu, keduanya tinggal hanya berjarak beberapa rumah dari rumah Ngatmin. Di rumah itulah sri Utami yang juga seorang dokter, membuka praktik. Namun sejak 2006, keduanya menghilang tanpa kabar. "Kami merasa kehilangan. Kami tak tahu keberadaannya," kata Ngatmin.
Kini rumah tinggal Maruto dikontrak oleh Wahyono. Dia mengaku tak tahu menahu tentang Maruto, karena perjanjian kontrak dilakukan dengan Ngatmin. Kemarin, polisi mengeledah rumah tersebut untuk mencari barang-barang milik Maruto. Polisi hanya mendapatkan buku-buku peningalan Maruto yang kebanyakan tentang pelajaran agama.
Darkun, salah seorang tetanga, mengaku beberapa kali mengobrol dengan Maruto. "Yang kami tahu, Maruto Orangnya baik dan sopan. Rajin beribadah. Hanya dia agak tertutup," ujarnya.
Maruto kelahiran Klaten 20 April 1980. SD - SMP dia tmatkan di Klaten. Sejak itu, dia pindah ke Semarang tinggal bersama pamannya. Setamat dari SMA 3 Semarang, di meneruskan di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang dengan mengambil program studi Kedokteran Umum. Namun dia tercatat sebagai mahasiswa hanya sampai smester enam. Sejak pertengahan 2006, dia sudah tak pernah kualiah.
Iwang Yusuf, salah satu wakil Dekan di Fakultas Kedokteran mengaku pernah mengajar Maruto. "Orangnya tidak menonjol. Bukan aktivis kampus dan cenderung pendiam," ujarnya.
SOHIRIN