TEMPO Interaktif, Jakarta - Pariwisata Jakarta tidak selesai dengan sejumlah bom yang sudah mengguncang ibukota tiga kali dalam enam tahun terakhir. Jakarta punya banyak atraksi "unik" bagi mata-mata asing yang belum pernah melayangkan pandangan pada kehidupan Asia, salah satunya adalah kemiskinan.
Dari gedung-gedung pencakar langit, lingkungan kumuh yang bertebaran di berbagai kawasan di ibukota tidak bisa disembunyikan, yang mungkin menarik minat beberapa wisatawan asing.
Ronny Poluan seorang aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat Interkultur dan mantan pembuat film melihat keunikan itu sebagai potensi wisata sosiologi, dan respon itu pula yang muncul saat Ronny membawa empat wisatawan asal Amerika dan Australia ke kawasan itu.
"Menakjubkan, saya pernah ke Asia sebelumnya dan kami tidak ingin hanya melihat permukaan dan menemukan semua yang biasa anda lihat pada masyarakat barat," kata Kerri Bell seorang turis asal Australia yang berkunjung bersama suaminya.
"Bagi saya ini lebih memberikan kesan Jakarta yang sesungguhnya, dengan bisa melihat langsung apa yang menggerakkan kota ini. Untuk melihat hal-hal yang jauh lebih berharga daripada sekedar datang dan berjemur di pantai," lanjut Bell.
"Saya kehabisan beras," gumam seorang ibu di kawasan kumuh yang dikitari oleh para wisatawan itu.
Suami Kerri, Phil Paschke mengatakan, "ini adalah hal yang sangat membuka mata, ini pertama kalinya saya meninggalkan Australia, jadi, ya ini benar-benar berbeda."
Paschke dan Bell mengikuti wisata itu bersama rekan mereka Daniel Knott seorang aktivis pada beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat. Bagi Knott, dan istrinya yang bekerja pada AUSAID, kunjungan ke daerah kumuh di sudah pernah mereka lakukan sebelumnya.
"Saya pikir Jakarta adalah sebuah kota yang mencerminkan perbedaan mencolok," kata Knott.
Saat Ronny membawa para wisatawan ke dalam pasar tradisional suasana di pasar itu menjadi semacam serbuan bagi panca indra mereka.
"Saya senang melihat mereka, mereka elok dan kaya. Jarang saya melihat orang asing di pasar tradisional, dan saya suka berbincang-bincang dengan mereka, tapi saya tidak mengerti bahasa Inggris," kata Rokayah seorang pedagang ikan di sebuah pasar tradisional.
"Saya ingin memberi mereka pemandangan asli," kata Ronny yang menamakan jasanya itu dengan "Jakarta Hidden Tours".
Dengan tarif US$34 per orang Ronny bisa menemani turis asing berkeliling kawasan kumuh di Jakarta. Ronny memanfaatkan separuh dari penghasilan itu untuk diri dan lembaganya, separuh lagi dibagikan kepada masyarakat.
Namun aktivis lembaga swadaya masyarakat yang lain, Wardah Hafidz (Kaum Miskin Kota) mengkritik sedekah berupa uang tunai tidak mendidik kaum miskin.
"Kita harus menyadarkan mereka bahwa kemiskinan yang mereka alami bukan kehendak Tuhan, bahwa mereka harus berjuang bagi diri mereka sendiri. Mereka tidak boleh bergantung pada orang lain selamanya," jelas Wardah.
Paschke mengatakan apa yang mereka lihat di Jakarta cukup bertentangan, hingga membuat mereka merasa kondisi yang mereka keluhkan di negara mereka tidak terlalu serius.
CNN | RONALD