Hal ini menjawab keluhan analis perbankan bahwa obligasi ritel bisa menciptakan kelebihan pasokan (crowding out) akibat berpindahnya nasabah deposito ke investasi obligasi dan mempengaruhi kinerja perbankan. Selain itu imbal-hasil yang tinggi dituding sebagai biang keladi tak turunnya suku bunga pinjaman.
"Pemerintah tak menetapkan yield. Kami hanya price taker, menentukan jumlah yang akan diambil dari penerbitan" ujarnya dalam konferensi pers di kantornya di Jakarta, Senin (10/8). Dia melanjutkan, imbal hasil ditentukan oleh mekanisme pasar.
Menurut Rahmat, tingginya bunga deposito disebabkan oleh struktur deposan. Satu persen deposan menguasai 50 persen dana deposito. Akibatnya, "Posisi tawar satu deposan sangat tinggi." Karena itu, dia menyarankan agar bank tak perlu terlalu mengakomodasi permintaan deposan.
Karena perbedaan jangka waktu, yield surat utang selama tiga tahun tak bisa dibandingkan dengan bunga deposito yang rata-rata enam bulan. Rahmat mengatakan hal itu sama dengan membandingkan suku bunga Bank Indonesia dengan imbal-hasil surat utang. "Tidak bisa BI Rate overnight dengan surat utang," ucapnya.
RIEKA RAHADIANA