Menurut dia, yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Badung telah melanggar Undang-Undang Telekomunikasi karena sudah merusak infrastruktur telekomunikasi. Oleh sebab itu, dalam laporan ATSI ke Kepolisian Daerah Bali pada 11 Agustus lalu, pemerintah Kabupaten Badung dianggap melanggar pidana telekomunikasi yang diancam hukuman pidana dan denda Rp 600 juta.
Layanan telekomunikasi di Kabupaten Badung, Bali, dan sekitarnya praktis hampir mati pada 10 Agustus lalu setelah pemerintah daerah setempat kembali meobohkan 16 menara telekomunikasi yang terdiri dari 88 BTS milik tujuh operator.
Ketua Asosiasi Telepon Seluler Indonesia (ATSI) Merza Fachys mengungkapkan akibat penebangan 16 menara telekomunikasi di Badung, Bali, pada 10 Agustus lalu, layanan telekomunikasi di kawasan tersebut anjlok dari 30 hingga 40 persen.
"Puluhan ribu pelanggan di daerah itu jadi tidak bisa berkomunikasi," kata Mirza Fachys. Ia menambahkan, ke-88 menara telekomunikasi itu sekarang dalam kondisi mati. Padahal untuk memindahkan menara-menara tersebut tidak mudah dan butuh biaya besar. "Operator tidak memperhitungkan biaya pemindahan ini," ujar Mirza.
Ke-16 menara tersebut terdiri dari 88 Base Tranceiver Station. Dari 88 BTS yang ditebang, paling banyak dimiliki PT Mobile-8 Telecom Tbk (Fren) sebanyak 33 BTS, disusul 22 BTS milik PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel), dan PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) sebanyak 9 BTS. Adapun sisa BTS yang ditebang merupakan milik PT Indosat Tbk, PT Excelcomindo Tbk. (XL), PT Hutchinson CP Telecommunication (Three) yang masing-masing kehilangan 6 BTS.
GRACE S. GANDHI