Menurut dia, jika suku bunga dipatok Bank Indonesia, sama saja perbankan dibawa mundur kembali ke era 1983, saat bank sentral memberlakukan batas atas dan batas bawah bunga perbankan. "Sekarang yang mematok suku bunga hanya negara-negara komunis," kata Eko.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani mengiyakan pendapat Eko. "Bank Indonesia enggak mungkin bisa menurunkan suku bunga dengan menyuruh begitu saja," ucapnya.
Jalan keluarnya adalah kredit likuiditas dari Bank Indonesia. Bank yang kalah kliring bisa dipinjami uang oleh bank sentral dengan tingkat suku bunga yang lebih tinggi dibanding Sertifikat Bank Indonesia, namun lebih rendah ketimbang bunga pasar uang antar bank.
Dengan begitu, likuiditas bank tak ketat lagi, sedangkan uang bank sentral di Sertifikat Bank Indonesia tak cuma diparkir dan tak berguna. "Daripada SBI diam di BI saja, enggak bergulir, sektor riil tidak berjalan karena ada sumbatan," tuturnya. Sementara, bank sentral pun tidak merugi karena meraup tambahan pendapatan dari bunga kredit likuiditas itu.
Aviliani yakin masalah moral hazard kredit likuiditas bisa diatasi. Pasalnya, bank sentral kini menjalankan fungsi pengawasannya dengan jauh lebih baik ketimbang masa sebelum krisis 1998. Sehingga, risiko terulangnya kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia bisa dihindari. "BLBI kan dalam kondisi darurat langsung kasih (dana) dulu tanpa lihat kondisi kesehatan bank," kata Aviliani. "Kalau sekarang, BI melakukan pengawasan cukup baik tiap bulan."
Hanya saja solusi kredit likuditas ini memerlukan satu hal penting, yakni pengesahan Undang-undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan, yang memang mengatur perihal wewenang bank sentral memberikannya. "Kalau BI tidak mengintervensi dengan memberi kredit likuiditas, jangan harap bunga bisa turun," ujarnya.
Adapun Ketua Umum Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional Sigit Pramono beranggapan kredit tak banyak tumbuh bukan karena bunga tinggi, namun permintaan sektor riil yang kurang. "Kalu dilihat dari sejarah perbankan Indonesia, dari masa kemerdekaan, suku bunga saat ini yang 11-13 persen adalah yang terendah," kata dia. "Dibandingkan sebelum krisis 1998 lalu, bunga kredit ada di kisaran 15 persen."
Ia bersikukuh bunga kredit masih lambat turun karena mahalnya biaya dana perbankan. Apalagi, bunga deposito bersaing dengan imbal hasil Surat Utang Negara dan Obligasi Republik Indonesia. "Kalau kami turunkan (bunga deposito), orang akan berbondong-bondong pindah ke instrumen lain," ucapnya.
Sebelumnya, Ketua Ikatan Bankir Indonesia Agus Martowardojo sempat mengusulkan agar pemerintah dan bank sentral membuat kebijakan yang membatasi bunga deposito sehingga tak bisa lebih tinggi dibanding bunga Lembaga Penjamin Simpanan. Dampaknya tingkat bunga bank bisa turun cepat seiring turunnya tingkat bunga acuan bank sentral, yang sejak November tahun lalu telah turun 3 persen menjadi 6,5 persen.
BUNGA MANGGIASIH