Menurut dia, bank masih khawatir dengan ketidakpastian ekonomi, sehingga masih menahan likuidtas deposan dengan memberikan suku bunga deposito yang cukup tinggi.
“Dengan alasan itu, bank belum mau menurunkan suku bunga kredit, karena keuntungan bunga bersih (NIM) bank bisa turun,” kata Lana dalam analisis sepekan Samuel Sekuritas Indonesia.
Dalam kondisi normal, Lana menambahkan, penurunan BI Rate seharusnya direspon dengan penurunan suku bunga perbankan. “Tapi tidak demikian faktanya dalam tujuh bulan terakhir,” ujarnya.
Padahal, penurunan suku bunga perbankan itu diharapkan bisa membuat sektor riil tetap berjalan di tengah lesunya permintaan masyarakat. Kenyataannya, bank masih enggan menyalurkan kredit.
Hingga akhir Juli, BI Rate telah turun sebesar 250 basis poin dari awal tahun menjadi 6,75 persen. Namun, Lana mengungkapkan, kelihatannya ada hubungan anomali antara kontraksi kebijakan moneter dengan penurunan suku bunga tersebut. Penurunan suku bunga lebih merupakan respon Bank Indonesia terhadap ekspektasi inflasi yang masih turun terus.
Tapi di sisi lain, menurut dia, BI tetap menjaga agar likuiditas rupiah tidak berlebihan sehingga laju pertumbuhan uang primer perlu ditahan. “Ini sebagai antisipasi kemungkinan dana pihak ketiga (DPK) akan keluar dari perbankan, akibat penurunan suku bunga tabungan/deposito perbankan,” kata Lana.
GRACE S GANDHI