TEMPO Interaktif, Bandung - Departemen Perdagangan segera mengadakan rapat bersama kementerian negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terkait ditolaknya surat edaran penetapan harga lelang gula di produsen gula BUMN yakni PT Perkebunan Nusantara dan Rajawali Nusantara Indonesia.
Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan penetapan harga lelang gula yang telah disepakati sebelumnya tidak bisa dilaksanakan karena ada pertimbangan yang harus segera dibicarakan. "Ini yang segera akan kami rapatkan," ujarnya di sela kunjungan kerja ke Pasar Induk Caringin, Bandung, Jumat (21/8).
Penetapan harga gula, kata Mari, harusnya tidak semata - mata terpengaruh kenaikan harga gula internasional, tapi juga mempertimbangkan ongkos produksi dalam negeri yang tidak terkait harga luar. "Untuk memutuskan harga gula, patokannya harus dilihat dari segi dalam negeri, tidak hanya luar negeri," tambahnya.
Rapat bersama BUMN diharapkan dapat memutuskan berapa harga gula yang sesuai dijual di dalam negeri. "Berapa yang sesuai, kalau tinggi atau rendah, lalu bagaimana sikap pemerintah," kata Mari.
Harga gula terus bergerak naik dalam satu bulan terakhir meski pasokan gula mencapai titik puncak dengan adanya musim panen. Harga gula di tingkat konsumen mencapai Rp 9000 - 10000 perkilogram, jauh dari perkiraan sebelumnya yakni Rp 7500. Sentimen kenaikan harga gula internasional ditengarai menjadi penyebab kenaikan, dalam dua bulan terakhir harga gula naik dari US$ 470 menjadi US$ 550 per ton.
Untuk menahan laju harga, Departemen Perdagangan mengeluarkan surat edaran penetapan harga lelang gula di BUMN menjadi Rp 6500. Permintaan ini kemudian ditolak karena dianggap menyalahi prosedur. BUMN yang merupakan institusi pemerintah yang bersifat profit tidak boleh menetapkan harga karena dinilai mengurangi keuntungan dan merugikan negara.
Saat ini harga lelang gula di PTPN mencapai Rp 7300 perkilogram. Setelah melewati proses distribusi, komoditi ini pun dijual ke konsumen dengan kisaran harga Rp 8500 hingga Rp 11000.
VENNIE MELYANI