Fahmi menjelaskan, batas rasio keuangan untuk masuk ke pasar obligasi asing atau consolidated interest coverage ratio (CICR) adalah dua. PLN juga harus menjaga debt service coverage ratio (DSCR) pada posisi 1,5. Rasio itu terkait pinjaman PLN dari lembaga keuangan internasional seperti Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia. Jika tidak, PLN akan dinyatakan gagal bayar.
Konsekuensi gagal bayar itu antara lain jaminan pemerintah atas proyek percepatan 10 ribu Megawatt harus dicairkan. Perusahaan setrum pelat merha itu juga harus mempercepat pembayaran pada pemegang obligasi PLN. "Juga berdampak cross default pada utang PLN lainnya," kata Fahmi.
PLN membutuhkan marjin minimal lima persen untuk tidak dinyatakan gagal bayar. Dengan demikian alokasi anggaran untuk PLN pada tahun depan sebesar Rp 44,38 triliun. Itupun, PLN belum bisa berinvestasi. PLN baru bisa berinvetasi jika marjin usaha delapan persen. Sehingga alokasi anggaran Rp 48,31 triliun.
Rapat panitia anggaran pada 5 Agustus menetapkan marjin usaha dua persen sehingga alokasi anggaran untuk PLN tahun depan Rp 40,43 triliun. Panitia memberikan catatan besaran marjin usaha itu dapat disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan investasi PLN. Angka CICR baru menjadi masalah setelah 2008 karena sebelumnya CICR PLN masih di atas dua. "Tapi ke depan ini sudah menjadi lampu merah," ujarnya.
DESY PAKPAHAN