Alvin menilai marjin usaha lima persen lebih realistis dan patut untuk membiayai tugas PLN. Menurut dia, PLN butuh biaya untuk mengembangkan penyediaan listrik yang semakin diperlukan.
Anggota Komisi lainnya, Tjatur Sapto Edi, mengatakan hal senada. Menurut Tjatur marjin usaha PLN harus dinaikkan karena pemerintah tidak bisa menjamin energi primer untuk PLN. "Negara minta subsidi diturunkan tapi kebutuhan energi primernya tidak dipenuhi, itulah makanya default," ujarnya.
Tjatur menilai PLN bisa terancam gagal bayar karena rapor keuangannya merah. Hal itu terjadi terutama karena tidak ada jaminan pasokan energi primer untuk pembangkit. "Sebanyak 80 persen masalah PLN adalah energi primernya tidak ada jaminan dari pemerintah," katanya.
Dia mengatakan jika PLN sudah melakukan penghematan dan menjalankan proyek 10 ribu megawatt, pemerintah dan DPR harus mengakomodir usulan PLN tersebut.
Rapat panitia anggaran pada 5 Agustus menetapkan marjin usaha dua persen sehingga alokasi anggaran untuk PLN tahun depan sebesar Rp 40,43 triliun.
Sementara Direktur Utama PLN Fahmi Mochtar mengatakan untuk menghindari gagal bayar, persero membutuhkan marjin usaha lima persen. Sedangkan untuk bisa berinvestasi, PLN membutuhkan marjin usaha delapan persen.
DESY PAKPAHAN