TEMPO Interaktif, Jakarta - Ketua bidang Kerja sama dan Advokasi Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman mendukung usulan penurunan bea masuk gula impor. Agar harga gula tidak terus melonjak, ia mengusulkan agar bea masuk dihapuskan. “Turunkan hingga nol persen agar harga tidak terus melonjak," ujarnya di Jakarta, Senin (24/8).
Penghapusan bea masuk, ia melanjutkan, dapat memberikan efek psikologis agar harga gula dalam negeri tidak terus melonjak.
Harga lelang gula di PT Perkebunan Nusantara X di Jawa Timur naik dari Rp 7.300 menjadi Rp 8.461 per kg. Harga ini merupakan faktor pembentuk utama harga gula di tingkat konsumen yang saat ini berkisar Rp 9.000 - 11.000 per kg.
Pemerintah saat ini kesulitan menstabilkan harga gula yang semakin meroket memasuki bulan Ramadhan. Meski telah memasuki musim panen giling tebu, harga gula di tingkat konsumen melonjak hingga Rp 9.000 per kg, jauh dari perkiraan pemerintah yakni Rp 7.500 per kg. Bayu menjelaskan tingginya harga gula dalam negeri sangat dipengaruhi harga gula di pasar internasional yang naik dalam dua bulan terakhir.
Pemerintah tengah membahas langkah untuk menahan laju kenaikan harga gula, diantaranya usulan menurunkan bea masuk impor gula yang saat ini mencapai Rp 790 per kg untuk gula rafinasi dan Rp 550 per kg untuk gula mentah.
"Tindakan yang paling bisa menurunkan bea masuk," kata Deputi Menteri koordinator Perekonomian Bayu Krisnamurthi. Namun dampak kebijakan ini setidaknya membutuhkan waktu 2-3 minggu untuk dapat mempengaruhi harga.
Selain itu, pemerintah juga harus mengubah kebijakan soal impor gula. Bayu menuturkan impor gula tidak bisa dilakukan satu bulan sebelum dan dua bulan sesudah musim giling tebu. "Sekarang sedang musim giling tebu, jika ingin impor kita harus mengubah kebijakan," tambahnya.
VENNIE MELYANI