Diskusi Ramadan Jadi Ajang Curhat Jodoh

TEMPO Interaktif, Jakarta - Ada yang menarik menjelang buka puasa dalam obrolan kajian santai mengenal Islam dengan tema Bangga Bersama Islam yang dipandu Ustad Muhidin Fauzi di Bintaro Sektor V, Tangerang, Banten,, Minggu (23/8). Salah satu peserta laki-laki yang mengaku susah mendapat jodoh padahal sudah cukup umur.

Usaha mengenal lawan jenis sudah ditempuh, termasuk meminta bantuan orang lain untuk melakukan "pendekatan".  Sang ustad pun menjawab bahwa setiap orang sudah ada pasangan hidup semenjak dalam kandungan. "Yang penting niat. Banyak orang kesulitan mendapat jodoh karena dari awal tidak memiliki niat menikah," kata Muhidin.

Penanya segera mengangguk. Jodoh menjadi terkesan sulit, kata ustad, karena orang mematok kriteria tinggi terhadap calon pasangan. "Orang suka punya kriteria harus cantik, bertitel sarjana, puya ini dan itu. Seakan-akan mereka cari jodoh dari bangsa jin," katanya.

Kreteria yang teramat sulit, ustad menyimpulkan, keinginan seseorang untuk segera menikah barus sebatas kata-kata. "Ngakunya ingin cepat nikah tapi tidak berusaha," beber alumnus Madinah yang memelihara jenggot ini. Jodoh dalam Islam merupakan takdir yang sudah digariskan Allah SWT.

Usai menjawab pertanyaan peserta, ustad kembali mengupas tema obrolan yang sudah ditetapkan. Dikalangan sebagian umat Islam, kata dia, sedang terjadi pemahaman yang berbeda-beda terhadap ajaran yang dibawa Rasulullah Muhammad SAW.

Banyak doktrin ajaran tidak ditangkap dengan baik, sehingga mengakibatkan penyimpangan pemahaman. Salah satunya doktrin jihad dan matis sahid. Kasus bom bunuh diri yang sering mengatasnamakan ajaran Islam, menjadi contoh pemahaman yang menyimpang.

"Akibatnya, telah terjadi pencitraan Islam sebagai agama teroris yang membenarkan tindak kekerasan," kkata Muhidin. Begitu pula tentang ajaran atau praktik poligami dan mengekang kebebasan perempuan. "Ini yang membuat Islam tidak lagi dibanggakan oleh sebagian pemeluknya. Bangga itu bukan pikiran, melainkan sikap mental," katanya.

Jika seseorang bangga terhadap sesuatu, menurut dia, akan tumbuh sikap rela mengerjakan sesuatu demi yang dibanggakan. "Contohnya anak bergaya rambut punk, mereka mau berdegil ria, karena punya nilai yang dibanggakan. Itu yang membuat komunitas ini solid," ujarnya.

Ustad Muhidin mengibaratkan umat Islam sebagai tim hebat yang sedang mendaki puncak gunung. "Puncak itu tujuan dan kita mendaki dengan seperangkat nilai sempurna." Jika aturan-aturan dalam Islam dijalankan, maka akan menghadirkan kebahagiaan bagi setiap pemeluknya. "Hidup selalu butuh aturan karena akan membuat bahagia," kata dia lagi.

Bahkan, orang yang mengaku tidak beragama pun, pada dasarnya juga memiliki seperangkat nilai yang mengatur hidupnya. "Contohnya kaum Marxisme. Mereka mengaku tidak beragama tapi mereka patuh terhadap ajaran Kal Marx," urai ustad.

Pencitraan yang buruk, kata dia, sekarang banyak umat yang malu pergi ke masjid tapi bangga datang ke mal. Pengikisan sikap bangga ini disebebkan praktik penyimpangan terhadap ajaran dikalangan umat Islam, di samping adanya upaya pencitraan Islam sebagai agama teroris. "Ada perang pemikiran yang membuat citra Islam jadi negatif," tutur Ustad Muhidin.

MUSTHOLIH