TEMPO Interaktif, Jakarta - Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Jawa Barat, Helmi Anwar mengatakan, pengembangan padi organik terkendala sertifikasi. “Ini masalah trust, dan sistemnya tidak mudah,” katanya di Bandung, Kamis (27/8).
Tidak semua padi dengan penanaman memakai sistem penanaman organik seperti SRI (System of Rice Intensification) langsung dikelompokkan sebagai padi organik. Sertifikasi di perlukan sebagai penjaminnya. Helmi mengatakan, sertifikasi ini menjadi permasalahan dalam pemasaran padi organik. “Apakah itu organik atau bukan organik ditentukan oleh sertifikasi, akreditasinya,” katanya.
Bagi padi organik sertifikasi tidak gampang. Sertifikasi itu dilakukan mulai dari awal sampai akhir masa tanam. Sertifikasi itu dilakukan tidak sebatas on-farm tapi juga proses penanamannya sehingga biayanya terhitung mahal. Penananam padi organik tidak hanya sebatas pemakaian pupuk saja. Sistem irigasinya pun tidak boleh bergabung dengan irigasi persawahan lain yang masih menggunakan pupuk non-organik serta pestisida.
Di Jawa Barat kendati pengembangan padi organik sudah dimulai sejak 2006 lalu. Kala itu luasan lahan tanam padi organik baru mencapai 900 hektare. Tahun ini tercatat mencapai sembilan ribu hektare. Jumlah itu terhitung kecil dibandingkan luasan tanam padi seluruhnya dalam satu kali musim tanam di Jawa Barat yang mencapai 1,8 juta hektare.
Kendati luasan lahan padi organik terus bertambah setiap tahun, Helmi mengatakan, tidak semuanya mendapatkan sertifikasi. Baru padi organik yang diproduksi di Kabupaten Tasikmalaya yang mendapatkan sertifikasi. Itu pun, biaya serfitifkasinya dimodali perusahaan swasata yang punya kepentingan mengekspor padi tersebut. Dari sana baru satu kontainer, yakni 18 ton beras organik, yang diekspor dengan tujuan Amerika serta Hongkong.
Helmi mengatakan, pemerintah pun masih ragu untuk menggenjot dengan cepat pengembangan padi organik. Selain soal sertifikasinya yang harus dikerjakan setiap kali penanaman, pangsa pasarnya pun masih terhitung terbatas. Kendati dari segi harga, padi organik bisa berkali lipat.
Soal pengembangan padi organik, Gubernur Ahmad Heryawan mengatakan, padi organik menjadi satu-satunya peluang ekspor padi yang ada. “Sekarang yang laku dijual mahal ke luar negeri untuk ekspor adalah beras yang punya keistimewaan organik,” katanya, Rabu (27/8).
Soal sertifikasi ini, dia mengaku tengah menjajaki sejumlah lembaga sertifikasi mempermudah sertifikasi terhadap padi orgnaik. Setelah Tasikmalaya, dia berharap, produksi padi organik di Ciamis, Sukabumi, serta Cianjur beroleh sertifikasi juga.
Heryawan mengatakan, dari segi strukturnya, sawah di daerah selatan Jawa Barat diuntungkan jika hendak mengembangkan padi organik. Dengan sistem sawah yang berundak, minimal pemakaian airnya tidak tercampur dengan padi non-organik. Berbeda dengan sawah di bagian utara yang cenderung berbentuk hamparan sehingga menyulitkan memisahkan pemakaian irigasinya.
AHMAD FIKRI