TEMPO Interaktif, Jakarta - Pemerintah dinilai lalai dalam mengawasi keberadaan dan pemanfaatan pulau-pulau kecil terluar di Indonesia. "Pengawasannya masih lemah, setahu saya tak pernah ada data masuk ke DPR berapa pulau kecil yang disewakan atau dikelola pihak asing," kata Anggota Komisi Satu DPR RI Yusron Ihza Mahendra saat diskusi "Menjaga Bumi dan Budaya Indonesia" di Warung Daun Pakubowono Jakarta, Sabtu (29/08).
Yusron menyarankan agar pengawasan ditingkatkan dengan dibentuknya semacam memorandum oleh Departemen Dalam Negeri kepada seluruh gubernur di Indonesia. "Kalau perlu Depdagri buat semacam memorandum kepada seluruh gubernur agar tidak ada penjualan pulau atau mengatasnamakan pribadi sebuah pulau," ujarnya.
Dewan, lanjut dia, memang tidak memiliki fungsi pengawasan mendetail soal ini. "Tapi kami desak eksekutif untuk melaksanakannya dengan maksimal."
Seperti diberitakan sebelumnya, situs www.pribateislandonline.com mengiklankan penjualan tiga pulau di kawasan Kepulauan Mentawai, yaitu Pulau Makaroni, Pulau Silionak, dan Pulau Kandui.
Dalam iklan berjudul 'Islands for Sale in Indonesia' itu ketiga pulai ditawarkan dengan harga bervariasi. Pulau Makaroni yang memiliki luas 14 hektare dihargai US$ 4 juta, Pulau Silionak yang memiliki luas 24 hektare dibandrol US$ 1,6 juta dan Pulau Kandui yang memiliki luas 26 hektare ditawarkan US$ 8 juta.
Direktur Pemberdayaan Pulau-pulau Kecil dan Terluar Departemen Kelautan dan Perikanan Toni Ruchimat mengatakan iklan itu tidak benar dan menyesatkan. "Iklan yang disampaikan dalam website milik warga Toronto, Canada itu cenderung menyesatkan," ujar Tonny.
Alasannya, setelah ditelusuri oleh tim yang dibentuk departemennya informasi yang disampaikan dalam website itu tak sesuai dengan kenyataan. Tim, lanjut dia, telah meminta klarifikasi kepada Pemerintah Sumatera Barat dan Kabupaten Mentawai. Hasilnya yang dijual bukanlah pulau, tapi resort. "Jadi dari hasil klarifikasi dia tidak menjual, tapi menjual saham resort," kata Tonny.
Mengenai pengawasan, Tonny mengatakan pengawasan lapangan dilakukan oleh pemerintah daerah/kabupaten, pusat hanya menerima laporan dari daerah. Laporan tentang pengawasan pulau dilakuan secara rutin. Sayangnya Tonny tak bisa menjelaskan saat ditanya periode laporan. "Data ada di daerah, tapi yang jelas kami dapat laporan," ujarnya.
Saat ditanya tentang jumlah pulau kecil yang saat ini dikelola swasta atau asing Tonny juga tak dapat menjelaskannya. Dia hanya mengatakan bahwa pengelolaan selalu seizin pemerintah daerah dan mengacu kepada peraturan yang ada, yaitu UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, UU Nomor 5 Tahun 1965 tentang Agraria dan PP Nomor 40 Tahun 1999.
Dalam peraturan itu menyewa dan mengelola pulau memang diizinkan. Namun penggunaannya harus sesuai dengan ketentuan, yaitu untuk konservasi, pendidikan, penelitian dan pelatihan, pariwisata dan perikanan. "Kalaupun untuk pariwisata atau penelitian, penjagaan terharap lingkungan harus diutamakan, juga kesejahteraan masyarakat," ujar Tonny.
Penyewaan pulau maksimal dilakukan dalam 20 tahun dan dapat diperpanjang. "Dengan mekanisme hak guna pakai," ujarnya. Karena itu salah jika ada yang berpikir pulau bisa dijualbelikan. Tonny menambahkan bahwa saat ini ada 92 pulau kecil yang berada pada posisi terluar.
TITIS SETIANINGTYAS