Berburu Zakat Ditangkap

wordpress.com
wordpress.com

Guntur RomliTEMPO Interaktif, Jakarta - Setiap kali Ramadan datang, saya selalu teringat pada pengalaman di Mesir dulu. Saya berada di negeri itu dari 1998 hingga 2004. Secara umum, mahasiswa di sana pasti mengalami menyantap Maidatur Rahman (Hidangan Maha Pengasih), hidangan buka puasa gratis yang disediakan oleh masjid-masjid.

Bagi mahasiswa Indonesia, masjid ini adalah masjid yang favorit. Menyewa sebuah flat dekat masjid ini menjadi alasan yang diperhitungkan. Senior kami yang mengajak pindah berpromosi, "Tiap Ramadan, masjid dekat sini ada Maidatur Rahman-nya, lho."

Pada bulan ini hampir tak ada aktivitas memasak di grup flat kami. Untuk jatah sahur, kami pergi ke masjid yang hidangan buka puasanya bisa dibawa pulang--yang kemudian disimpan dan dihangatkan sebelum santap sahur. Untuk berbuka, kami menyantapnya di masjid lain yang menyediakan buka puasa di tempat.

Memburu zakat adalah pengalaman paling unik. Sebelum Ramadan masuk, kami telah mempersiapkan berkas: memperbanyak fotokopi paspor dan kartu universitas; sebagai bukti kami adalah mahasiswa asing yang resmi; alasan yang paling kuat bagi dermawan Mesir untuk memberi zakat.

Setiap kali zakat dihibahkan selalu diminta berkas ini. Ada teman kami yang mahir mengendus masjid-masjid yang menyediakan zakat, sehingga kami juluki "intelijen zakat". Tak jarang berita zakat hanya kabar burung. Setelah kami kejar ke lokasi yang sangat jauh, ternyata nihil. Kami pun pulang sambil tertawa-tawa, badan lemas karena puasa dan berlarian, dan buru-buru cari masjid terdekat yang menyediakan Maidatur Rahman.

Ada pengalaman nahas dari teman kami yang ditangkap intelijen Mesir saat berburu zakat. Mereka iktikaf berhari-hari di masjid Ikhwanul Muslimin sambil menunggu zakat. Biasanya masjid kelompok ini paling dermawan memberi zakat. Dua hari menjelang Lebaran, masjid itu digerebek oleh intelijen Mesir, kawan kami pun turut diangkut. Mereka tak bisa berkelit karena tidak membawa paspor asli. Mereka berlebaran di penjara bawah tanah. Mereka dilepaskan setelah kami menyerahkan paspor asli, dua hari setelah Lebaran. 



Mohamad Guntur Romli, Penggiat di Komunitas Salihara