Roy mengaku asosiasinya saat ini tidak bisa berbuat banyak menekan lonjakan harga gula. Untuk mengendalikan harga, dia mendesak pemerintah segera merealisasi pembentukan tim monitoring gula. "Tim ini untuk memonitor daerah mana saja yang sebenarnya kekurangan gula sehingga perlu dipasok," kata dia. Pembentukan tim ini sebenarnya sudah diusulkan sejak dua tahun lalu.
Kolega Roy, Ketua Asosiasi Pedagang Gula dan Tepung Indonesia-Kalimantan Barat Syarif Usman Almuntahar, curiga harga gula membubung tinggi akibat ulah para pedagang gula. "Harga sengaja dipermainkan di bulan puasa hingga menjelang Lebaran dengan cara menimbun stok gula," tutur Syarif.
Dia juga menunjuk lemahnya pengawasan dari Dinas Perdagangan Kalimantan Barat, yang menyebabkan harga gula meroket. Gubernur Kalimantan Barat memang telah membentuk tim monitoring 327, yang diketuai Kepala Dinas Perdagangan guna memantau harga gula. "Namun, tim ini mandul."
Hingga kemarin, warga masih mengeluhkan tingginya harga salah satu bahan kebutuhan pokok itu. Warga Pontianak, misalnya, harus menebus gula seharga Rp 11 ribu per kilogram. "Padahal biasanya Rp 8.000," kata Ranti, warga Jalan Tanjungraya Dua, Pontianak Timur, kemarin.
Namun, di daerah perbatasan dengan Malaysia, seperti Entikong dan Balai Karangan, harga gula lebih murah, yakni berkisar Rp 7.000 per kilogram. Sehingga banyak warga Indonesia yang membeli gula asal Malaysia itu. "Sebaiknya pemerintah membuka perdagangan bebas soal gula, sehingga tidak dimonopoli pengusaha tertentu," ujar Mahmod, warga Balai Karangan, Kabupaten Sanggau, kemarin.
Di Nusa Tenggara Barat, dinas perindustrian dan perdagangan setempat menyiapkan pasar murah di Lombok dan Sumbawa guna menekan harga gula. Di tempat itu, gula akan dijual Rp 7.000 per kilogram.
ALWAN RIDHA RAMDANI | HARRY DAYA | SUPRIYANTHO KHAFID