TEMPO Interaktif, GARUT - Sekitar 19 ribu hektar areal persawahan di Kabupaten Garut, Jawa Barat, akan dilanda kekeringan pada tahun ini. Soalnya fenomena alam El Nino akan mempengaruhi musim kemarau yang lebih lama di bandingkan tahun sebelumnya. “El Nino sangat memperngaruhi kekeringan di wilayah Garut,” kata Kepala Dinas Sumber Daya Air dan Pertambangan Kabupaten Garut Widiana, saat ditemui di kantornya, Selasa (1/9).
Menurutnya, El Nino akan mengakibatkan terlambatnya musim hujan. Selain itu curah hujannya pun berada dibawah normal. Sehingga musim kering di Garut akan berpengaruh terhadap hasil panen tanaman pertanian di beberapa daerah. Luas sawah yang kekeringan diperkirakan mendekati 40% dari areal sawah tadah hujan yang rentan terhadap potensi rawan kekeringan.
Sebelumnya, pada tahun ini Garut mendapatkan penghargaan peningkatan produksi beras nasional. Peningkatan produksi padi sebesar 9,03% atau sebanyak 730.000 ton, dibandingkan dengan tahun sebelumnya mencapai 680.000 ton Gabah Kering Giling. Produksi tersebut dihasilkan dari 50,227 hektar sawah di 41 kecamatan. “ketersediaan pangan erat kaitannya dengan ketersediaan cadangan air,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Padi dan Palawija Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Garut, Haris menyatakan, hingga hari ini jumlah lahan persawahan yang mengalami kekeringan tercatat sebanyak 460 hektare. Wilayah terparah berada di Kecamatan Garut Kota seluas 80 hektare sawah, disusul kecamatan Malangbong seluas 65 hektar. Sedangkan daerah yang terancam kekeringan di dua kecamatan itu mencapai 372 hektar sawah. “Meluasnya jumlah lahan kekeringan ini akibat musim kemarau yang panjang,” ujarnya.
Desa Lebakagung, Kecamatan Karangpawitan merupakan salah satu daerah yang mengalami kekeringan. Selain sulit mendapatkan air bersih, areal pertanian milik warga pun sudah mulai retak-retak akibat kekeringan tersebut.
Kulsum, 37 tahun, salah seoranga warga setempat mengaku harus berjalan sekitar 500 meter-1 km utnuk mendapatkan air bersih di sungai yang berada di dekat rumahnya. Hal itu akibat sumber mata air yang berada di sumur-sumur warga mulai kering memasuki musim kemarau ini.“Saya tiap hari harus ke sungai sebab sumur yang kami punya airnya sudah tiadak ada,” ujarnya.
Akibat musim kemarau ini, banyak lahan persawahan yang dibiarkan mongering oleh pemiliknya. Sebab di sekitar daerah itu tidak memiliki daerah penampungan air irigasi. “Akibat kemarau ini, musim tanam padi yang biasanya bisa 2-3 kali dalam setahun kini hanya satu kali dalam setahun,” ungkapnya.
SIGIT ZULMUNIR