TEMPO Interaktif, Jakarta - Kalangan pengusaha makanan dan minuman mengajukan usulan impor gula rafinasi sebesar 280 ribu ton. Ketua Umum Pusat Informasi Produk Industri Makanan dan Minuman (PIPIMM), Suroso Natakusuma mengatakan usulan itu bagian dari kuota impor gula rafinasi yang diberikan pemerintah sebesar 380 ribu ton.
Menurut Suroso, dari kuota impor 380 ribu ton tersebut, perusahaan telah memanfaatkan 100 ribu ton. "Sehingga, masih ada jatah 280 ribu ton yang belum dipergunakan," kata Suroso di Departemen Perindustrian, Jakarta, Kamis (10/9).
Perusahaan, ia melanjutkan, mesti memenuhi empat syarat untuk bisa memanfaatkan kuota impor tersebut yaitu perluasan pabrik, impor gula untuk di ekspor kembali, spesifikasi khusus, dan kawasan berikat.
Namun, menurut Suroso, perusahaan makanan dan minuman yang memegang izin Importir Produsen (IP) meminta agar impor sisa kuota tersebut tak perlu menerapkan keempat syarat tersebut sebab mustahil dipenuhi. Saat ini ada 83 perusahaan makanan dan minuman skala besar dan menengah yang memegang izin Importir Produsen.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan pemerintah akan mengimpor 180 ribu ton gula mentah (raw sugar) untuk diproses menjadi gula putih konsumsi.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Agro dan Kimia Departemen Perindustrian Benny Wahyudi mengatakan, sejak Juni-Juli sudah terlihat indikasi industri makanan dan minuman kekurangan pasokan gula rafinasi. Industri sempat melaporkan kekurangan pasokan sehingga dilakukan reorientasi pemasaran, sehingga hanya industri makanan dan minuman besar yang mendapat prioritas memperoleh stok gula rafinasi.
Kurangnya pasokan gula rafinasi ini pula yang menyebabkan industri makanan dan minuman skala kecil dan rumah tangga akhirnya menggunakan gula putih konsumsi, sehingga harganya melonjak di pasaran hingga Rp 10.000 per kg.
NIEKE INDRIETTA