Borlaug, 95 tahun, adalah orang penting di balik pengembangan gandum tahan-penyakit di era 1960-1990. Varietas gandum, padi, dan jagung yang dikembangkan oleh sarjana kehutanan dari University of Minnesota dan pemilik gelar doktor di bidang ilmu penyakit tanaman itu mampu menyelamatkan India melewati musim-musim kemarau panjang 1979, 1987, ataupun 2002.
Tidak ada krisis pangan di sekujur India seperti yang pernah dialami pada 1960-an. "India termasuk di antara banyak negara di dunia yang berutang terima kasih terhadap tokoh luar biasa ini," kata Menteri Pertanian India Sharad Pawar.
Dengan varietas gandum lokal yang diturunkannya dari HYV, gandum kerdil namun berbulir jauh lebih lebat yang diciptakannya di Meksiko, Borlaug sukses memicu revolusi hijau di India. Angka produksi melimpah berlipat-lipat ketimbang angka produksi yang selalu mentok 1 ton per hektare sejak masa kemerdekaan (1947).
"Varietas dengan produksi tinggi sebelumnya berwarna cokelat kemerahan dan memiliki rasa tidak enak," kata bekas Wakil Rektor Universitas Pertanian Punjab (PAU), K.S. Aulukh. Dengan arahan Borlaug, tim peneliti di PAU menyilangkannya dengan varietas lokal dan menumbuhkan tipe baru yang disebut Kalyan. Ini yang sangat enak.
Berawal dari Punjab pada 1963 itulah, revolusi hijau cepat menyebar ke sekujur India. Hasilnya, dari yang semula harus mengimpor 10 juta ton tiap tahunnya, negeri berpenduduk terbesar di dunia sudah bisa berswasembada penuh pada awal 1990-an.
Dalam kematian Borlaug, Sharad Pawar menambahkan, India dan dunia kehilangan seorang ilmuwan pertanian terkemuka sekaligus seorang pria yang berdedikasi terhadap kemanusiaan. Kontribusinya bagi perdamaian dunia lewat peningkatan suplai pangan, Pawar menambahkan, akan selalu dikenang.
Dengan gandum yang dibuatnya berbulir lebih lebat serta padi dan jagung yang menjadi jauh lebih merunduk, Borlaug total telah membantu sekitar satu miliar jiwa penduduk dunia bisa tetap makan. Varietas baru yang diciptakannya yang mampu berproduksi sampai empat kali lipat daripada varietas yang ada sebelumnya bukan cuma mencegah kemiskinan di India, tapi kemiskinan global di paruh kedua abad XX.
Di antara bahaya kelaparan dan kelangkaan makanan yang dikhawatirkan banyak ilmuwan, menyusul ledakan jumlah penduduk pada 1960-an, pasca-Perang Dunia, Borlaug muncul bak juru selamat. "Ia, Norman E. Borlaug, telah menyelamatkan lebih banyak jiwa daripada yang pernah dilakukan siapa pun dalam sejarah manusia," kata Josette Sheeran, Direktur Eksekutif Program Pangan Dunia di PBB.
"Ia mungkin adalah orang yang telah berbuat lebih banyak, tapi dikenal oleh lebih sedikit orang," ucap Ed Runge, bekas Kepala Departemen Ilmu Tanah dan Tanaman Perkebunan di A&M University, Texas, kampus tempat Borlaug menjadi profesor tamu. "Ia membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik--jauh lebih baik."
Toh, Borlaug tidak lepas dari kritik. Beberapa dekade setelah kesuksesannya dengan Revolusi Hijau, kelompok-kelompok pembela lingkungan menyalahkannya karena semakin tinggi pula produksi pupuk, insektisida, dan pestisida di dunia. Itu belum termasuk sorotan terhadap "obok-obok" genetika yang dilakukannya dan fokus sedikit jenis tanaman berproduksi tinggi yang cuma menguntungkan para pemilik lahan.
Tapi ilmuwan yang lahir dan besar di Iowa di masa krisis ekonomi dunia itu menjawab enteng saja. "Akan lebih baik mati karena menyantap makanan produk rekayasa genetik daripada mati karena kelaparan," katanya seperti pernah diungkapkan di PAU.
WURAGIL | BERBAGAI SUMBER