TEMPO Interaktif, Surakarta - Pemerintah Kota Surakarta, Jawa Tengah, mengapresiasi penetapan batik sebagai warisan budaya dunia dengan mewajibkan seluruh pegawai negeri memakai pakaian batik selama sepekan. “Ini sebagai bukti konkret dukungan kami terhadap penetapan batik sebagai warisan budaya dunia,” jelas Sekretaris Daerah Surakarta Boeddy Soeharto, Kamis (1/10).
Kewajiban tersebut berlaku mulai Senin (5/10) hingga Jumat (9/10). Seluruh pegawai yang berjumlah 10.449 orang tanpa terkecuali harus mengenakan batik. “Kami tidak membatasi jenisnya. Mau yang (batik) tulis, cap, atau bahkan printing, tidak masalah. Yang penting menampilkan beragam corak batik,” tandasnya.
Selain bagi pegawai negeri, dia merencanakan siswa sekolah sekali dalam sepekan menggunakan batik. Sama seperti untuk pegawai negeri, tidak dibatasi untuk corak atau motif tertentu. “Mereka punyanya apa, itu yang dipakai,” jelasnya. Untuk membuat batik sebagai seragam, Boeddy mengatakan masih akan dikaji terlebih dahulu. Terutama apakah membebani orang tua atau tidak dalam penyediaannya.
Surakarta juga akan mengadakan kirab batik pada Sabtu (3/10) mendatang dengan target peserta 10 ribu orang. Setiap instansi pemerintah, swasta, dan perbankan diwajibkan mengirimkan perwakilan minimal 20 orang. “Mereka harus memakai baju batik plus aksesoris berbau batik seperti umbul-umbul, bandana, dan ikat kepala,” jelas Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Surakarta Purnomo Subagyo. Masyarakat umum juga diminta berpartisipasi dalam kirab dengan rute Stadion Sriwedari-Balaikota Surakarta mulai pukul 15.00 WIB.
Sementara itu, terkait batik sebagai mata pelajaran muatan lokal yang masuk kurikulum, Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Surakarta Rakhmat Sutomo mengatakan pelaksanaannya paling cepat baru di tahun ajaran 2010/2011. Hal ini terkait berbagai persiapan yang harus dilakukan agar mata pelajaran seni batik benar-benar bermanfaat bagi siswa.
“Sejak peluncuran pada Sabtu (3/10) nanti hingga akhir Desember 2009, kami baru akan membahas tentang kurikulumnya seperti apa,” terangnya. Sedangkan pada Januari-Juni 2010, penyiapan sumber daya manusianya. “Kami akan melatih guru yang ada sehingga bisa dipastikan tidak akan merekrut guru khusus batik,” lanjutnya.
Untuk kurikulum, dia memberi gambaran, siswa Sekolah Dasar kelas 4 hingga 6 akan belajar tentang peralatan batik. Kemudian siswa Sekolah Menengah Pertama akan mencoba memproduksi batik secara sederhana, sehingga nantinya bisa membuat pekerjaaan batik level sederhana.
Siswa Sekolah Menengah Atas diajarkan membatik untuk motif yang rumit dan belajar proses pembuatan batik untuk batik cap dan tulis. “Jika lulusan SMA kesulitan memperoleh pekerjaan, mereka bisa membuka usaha batik mandiri dengan berbekal pelajaran di sekolah,” tutur Rakhmat.
UKKY PRIMARTANTYO