Kenaikan harga minyak juga dipicu oleh melemahnya dolar AS terhadap rival utamanya setelah pertemuan menteri keuangan yang tergabung dalam G-7 tidak menyebutkan secara spesifik mengenai masalah nilai tukar dalam pertemuan akhir pekan lalu.
Harga minyak untuk kontrak November kembali melesat 46 sen (0,7 persen) menjadi U$ 70,41 per barel I New york Mercantile Exchange. Sebelumnya turun hampir 2 persen ke US$ 68,05.
“Minyak sepertinya akam mengikuti harga saham di tengah merosotnya dolar AS,” ujar Zachary Oxman, Managing Director TrendMax Futures. “Harga minyak akan fluktuatif dan cenderung turun dalam bulan ini”.
Harga saham kembali naik di Wall Street setelah indeks sektor jasa Institute for Supply Management (ISM) naik menjadi 50,9 pada bulan September lalu. Itu merupakan tingkat kenaikan tertinggi sejak mei 2008 dan juga melebihi perkiraan dari para analis sebesar 50.
“Harga minyak sempat turun di tengah melemahnya dolar AS di pasar global dan menguatnya indeks saham, namun setelah menyentuh di US$ 68 per barel, pasar berbalik arah,” kata Phil Flynn kepala presiden perdagangan dan riset dari PFG Best Research.
“Sedikit membaiknya indeks non industri ISM dari perkiraan ekonom mampu memicu optimisme pasar. Sebelumnya data tenaga kerja yang dirilis Jumat lalu turun,” dia menambahkan.
MARKET WATCH I VIVA B KUSNANDAR