TEMPO Interaktif, Yogyakarta - Pasca-terpilihnya Aburizal Bakrie menjadi Ketua Umum Partai Golkar, mantan Wakil Ketua Dewan Penasihat Sri Sultan Hamengku Buwono X mengaku memilih menjadi penonton saja. Sultan menyayangkan masih pragmatisnya Partai Golkar dalam Munas di Pekanbaru lalu.
"Saya lebih baik jadi penonton, melihat apa yang akan terjadi,” kata Sultan kepada wartawan di Kepatihan, Jumat, (9/10). Sultan mengaku tidak tahu dengan persis siapa saja orang yang ditunjuk menjadi bagian dari kepengurusan Golkar, termasuk potensi yang dimiliki masing-masing individu.
Mengenai masuknya beberapa nama baru seperti Rizal Malarangeng dan Titik Soeharto dalam kepengurusan DPP Golkar, Sultan mengaku tidak jadi soal sepanjang itu sudah keputusan dari tim formatur.
Jusru yang terpenting menurut Sultan, Golkar mampu mengkonsolidasikan diri. Terlebih dalam Munas lalu Ical memiliki pesaing kuat, yakni Surya Paloh. “DPD atau pun DPP yang mendukung Paloh harus dirangkul agar tak menghancurkan dan bisa efektif kinerjanya,” katanya.
Perihal pelaksanaan Musyawarah Nasional Partai Golkar di Pekanbaru, Riau, beberapa hari lalu, Sultan mengakui bila Golkar masih pragmatis. "Bagi saya memprihatinkan sekali, karena sangat mencolok. Menjadi pembicaraan masyarakat," singkat Sultan.
Sementara itu, DPD Partai Golkar DI Yogyakarta bereaksi keras terhadap terpilihnya Rizal Malarangeng dan Titik Soeharto. “Ini merusak kaderisasi, tidak mencerminkan prestasi, dedikasi, loyalitas, dan tidak tercela yang menjadi persyaratan kader,” kata Wakil Ketua Partai Golkar, Deddy Suwadi, ketika dihubungi, Jumat, (9/10).
Menurut Deddy, tidak semestinya keduanya di pengurus harian Partai Golkar. “Tempatkan saja di badan sesuai keahliannya, misalnya Badan Litbang,” kata Deddy.
BERNADA RURIT