TEMPO Interaktif, Jakarta - Forum Masyarakat Batik Indonesia meminta pemerintah mengeluarkan ketentuan mengenai tekstil printing motif batik dengan memasang label khusus. "Agar membedakan dari batik tulis dan batik cap yang asli," ungkap Ketua Yayasan Kamar Dagang Indonesia Iman Sucipto Umar dalam syukuran pengukuhan batik di Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Selasa (13/10)
Label itu bertuliskan tekstil printing bermotif batik atau printed textile with batik motif. "Dipasang bagi produksi dalam negeri maupun impor,"jelasnya.
Iman menegaskan langkah ini bukan "proteksi". Melainkan, "konsumen berhak mengetahui dengan jelas produk yang dia beli."
Dikukuhkannya Batik Indonesia pada daftar representratif budaya bukan benda warisan manusia (intangible cultural heritage of humanity) oleh Badan PBB bidang Pendidikan dan Kebudayaan (UNESCO) membuat pemerintah tak bisa melarang negara lain untuk membuatnya. Terutama dari jenis tekstil printing motif batik yang juga diproduksi negara lain.
Agar industri batik asli tetap hidup, Iman menganjurkan, pemerintah membuat aturan khusus tentang label dan mengimbau digunakannya batik secara berkala di semua kalangan. Ia berharap masyarakat tidak mengenakan batik printing.
Proses pengukuhan batik, kata Imam memerlukan waktu empat tahun. "Prosesnya tidak mudah, sayang sekali kalau nanti batik asli dan cap justru kalah dengan printing."
Nominasi batik di UNESCO diawali dengan seminar batik di Pekalongan pada 2005, disusul didirikannya museum batik di Pekalongan (2006) dan akhirnya dikukuhkan pada 2 Oktober 2009. Pada tanggal itu pula, Presiden menetapkan sebagai Hari Batik Nasional.
DIANING SARI