TEMPO Interaktif, Majalengka - Sekitar 150 warga Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, memblokir ruas jalan Bandung-Cirebon. Mereka memprotes pembebasan lahan untuk tol Cikampek-Palimanan (Cikapa) yang mengintimidasi warga.
Berdasarkan pantauan, sekitar pukul 08.30 WIB warga dari Desa Jatiwangi, Sutawinangi, Jatisura di Kecamatan Jatitujuh, warga Desa Bongas Kulon dan Bongas Wetan di Kecamatan Sumberjaya, dan warga di Desa Tegal Aren dan Beusi di Kecamatan Ligung melakukan demo di ruas jalan Bandung-Cirebon tepatnya di daerah Jatiwangi, Kabupaten Majalengka. Aksi itu mengakibatkan kendaraan tak bisa bergerak.
Warga kemudian hanya menggunakan satu ruas jalan, sedangkan ruas jalan lainnya digunakan untuk kendaraan baik dari Bandung menuju Cirebon maupun sebaliknya secara bergantian. Aksi mereka dilanjutkan ke Gedung DPRD Kabupaten Majalengka.
Wardaya, warga Desa Tegal Aren, Kecamatan Ligung, mengatakan panitia pembebasan tanah menerapkan harga sepihak kepada warga yang terkena pembangunan ruas tol Cikampek-Palimanan (Cikapa). "Harga tanah yang ditetapkan oleh Panitia Pembebasan Tanah (P2T) sepihak," katanya.
Tanah di desa mereka, lanjut Wardaya, sudah dihargai mulai Rp 70 ribu hingga Rp 100 ribu per meter persegi, tergantung letaknya. "Namun ternyata untuk jalan tol itu tanah kami hanya dihargai mulai dari Rp 14 ribu hingga Rp 23 ribu per meter persegi," katanya. Mereka pun memprotesnya karena harga tersebut dianggap tidak layak.
Wardaya mengungkapkan adanya intimidasi terhadap warga yang enggan menjual tanahnya. "Mereka ditakuti, jika tidak mau menjual, maka akan disuruh ke pengadilan," katanya.
Selain itu, ada pula warga yang diancam jika tidak menerima pembayaran sekarang maka uangnya akan dipotong atau bahkan tidak diberikan sama sekali. "Pamong desa seharusnya memberikan pengayoman kepada kami, tetapi mereka malah menjadi kepanjangan tangan P2T dengan mengintimidasi warga," katanya.
Hal senada diungkapkan warga lainnya, Saleh, asal Desa Jatisura, Kecamatan Jatiwangi, Kabupaten Majalengka. "Harga yang ditetapkan sekarang tidak bisa membuat kami membeli tanah di daerah lain sebagai pengganti," katanya.
"Karenanya kami menuntut agar harga tanah dinaikkan menjadi layak. Karena kami tidak ingin ganti rugi, tapi ganti untung," katanya.
Selain itu Saleh mengungkapkan pembangunan tol Cikapa banyak yang memotong jalan desa. "Saluran irigasi pun ada yang terpotong," katanya. Karenanya mereka pun meminta adanya pengkajian ulang.
Sementara itu, Ketua P2T yang juga Sekretaris Daerah Kabupaten Majalengka, Herman Sanjaya, mengatakan pihaknya akan melakukan survei ulang terhadap tanah yang memotong jalan maupun saluran irigasi di setiap desa oleh pembangunan tol Cikapa. Mengenai adanya tuntutan warga untuk kenaikan harga, Herman mengaku pihaknya akan membicarakannya kembali dengan warga dan Tim Pengadaan Tanah (TPT).
Bambang Purwadi, Sekretaris TPT PU Bina Marga, membantah jika pihaknya melakukan intimidasi terhadap warga yang menolak untuk menjual tanahnya. "Kami tidak pernah melakukan intimidasi itu," katanya.
Bambang mengatakan pihaknya pun sudah melakukan sosialisasi dan musyawarah untuk menawarkan harga kepada warga. "Tidak benar pula kami tidak melakukan musyawarah dengan warga," katanya. Musyawarah dilakukan akhir 2008 lalu dengan warga dari 22 desa di Kabupaten Majalengka yang tanahnya akan dipakai untuk pembangunan tol Cikapa.
Saat ditanyakan berapa luas lahan di Kabupaten Majalengka yang sudah dibebaskan, Bambang mengungkapkan sudah sebanyak 85 persen. "Targetnya seluruh pembebasan tanah sudah selesai Desember tahun ini," katanya.
Tol Cikapa nantinya akan melewati lima kabupaten, yaitu Kabupaten Purwarkarta, Subang, Indramayu, Majalengka, dan Cirebon. Di Kabupaten Majalengka sendiri panjang tol mencapai 42 kilometer.
IVANSYAH