TEMPO Interaktif, Jakarta - Direktur Indonesia Property Watch Ali Tranghanda mengusulkan supaya pemerintah memanfaatkan tanah milik badan usaha milik negara yang tidak terpakai sebagai tempat membangun rumah susun sederhana milik (rusunami). "Banyak tanah BUMN yang tidak produktif bisa dimanfaatkan," kata Ali ketika dihubungi Sabtu lalu.
Sebelumnya beberapa pengembang mendesak pemerintah agar menaikkan harga beli rusunami karena harga termurah saat ini sudah tidak mencukupi untuk membangun satu unit rusunami. "Kalau harga dinaikkan siapa yang mau beli, karena sebenarnya daya beli masyarakat tidak cukup meski untuk beli rusunami," kata Ali.
Karena itu mengalokasikan tanah BUMN digabungkan dengan pemberian subsidi bisa menjadi alternatif solusi. Namun Kementerian Perumahan Rakyat harus mau bekerjasama dengan BUMN. "Selama ini tidak ada koordinasi dan Menteri terkesan tidak memiliki kekuatan untuk memaksa BUMN menjalankan program ini," ujarnya.
Ali memperkirakan saat ini terdapat sekitar dua juta calon pengguna yang menjadi pasar rusunami. Mereka tinggal di daerah Bekasi, Bogor, Depok, dan Tangerang namun bekerja di Jakarta pulang-pergi (komuter). Namun dengan penghasilan minimal Rp 4,5 juta per bulan, menurut Ali sebenarnya konsumen masih belum mampu membeli rusunami.
Hal ini menyebabkan tingkat penyerapan hunian tingkat menengah ke bawah seperti rusunami cenderung rendah. "Coba anda cek banyak sekali yang tidak terjual," kata Ali.
Karena alasan inilah, dan persoalan lainnya penjualan rusunami saat ini tersendat, demikian juga pembangunannya. "Dulu tahun 2006 sampai 2007 penyerapannya (rusunami) memang lebih dari 85 persen. Tetapi belakangan karena daya beli menurun tidak ada penjualan," tutur Ali.
Ia mencurigai pasar rusunami saat ini semu. "Pasar rusunami itu sebenarnya ada nggak sih, permintaannya ada tidak," ujarnya. Pasalnya, segmen rusunami saat ini telah berubah, bukan lagi untuk rakyat tetapi untuk sektor komersil.
Ali mengkhawatirkan kenaikan harga rusunami akan dimanfaatkan oleh pengembang untuk menawarkan rusunami ke sektor komersil. Meskipun ia juga tidak yakin investor saat ini masih berminat masuk ke sektor rusunami. Karena ternyata tidak cocok untuk investasi dan nilainya tidak kunjung naik.
Kebijakan yang terintegrasi, ia melanjutkan dibutuhkan untuk persoalan ini. "Pemerintah harus menemukan pola pemberian subsidi yang lebih efektif misalnya dengan memberikan potongan harga," kata Ali. Cara lain adalah dengan menerapkan rasio membangun pada pengembang.
Misalnya, setiap membangun satu unit rumah untuk menengah atas pengembang harus membangun lima unit rumah sederhana untuk pemerintah. Bisa juga dengan pola 1-3-6, artinya setiap membangun satu unit rumah mewah pengembang juga harus membangun tiga unit rumah menengah dan enam unit sederhana.
KARTIKA CANDRA