"Ada 23 kontainer kayu bulat ilegal yang kami sita," kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai Anwar Suprijadi di kantor Pelayanan Utama Tipe A Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (19/10). Kontainer tersebut terdiri dari 10 kontainer ukuran 40 kaki dan 13 kontainer ukuran 20 kaki dengan total kayu seberat 400 ton.
Kayu ini rencananya akan diekspor ke India, Cina, dan Korea Selatan. Namun, menurut Anwar, kayu bulat dilarang untuk diekspor berdasarkan peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/5/2008 tentang ketentuan ekspor produk industri kehutanan.
Nilai kayu tersebut diperkirakan sebesar Rp 4,3 miliar. Potensi kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 1,2 miliar.
Kayu ini dikirim dari Makassar pada akhir September dan awal Oktober oleh UD Menara Mas. Dalam dokumennya, disebutkan kayu bukan jenis kayu bulat, tapi kayu jadi. Yang dilaporkan adalah kayu Merbau jenis Truck Flooring Tongue & Groove. Kayu ini biasanya dipakai untuk lantai truk. Anehnya, ekspor kayu ini pun mendapat rekomendasi ekspor dari Badan Revitalisasi Industri Kehutanan dan Sucofindo sebagai surveyor independen.
Badan Revitalisasi Industri Kehutanan bertugas memeriksa dokumen legalitas kayu dan eksportir. Sedangkan Sucofindo melakukan pemeriksaan fisik atas kayu yang akan di ekspor.
"Tapi saat melalui container scanner di Pelabuhan Tanjung Priok diketahui bahwa isinya adalah kayu bulat," ujar Anwar. Oleh karena itu, Bea dan Cukai akan memeriksa eksportir, BRIK, dan Sucofindo.
Eksportir terancam dijerat dengan Pasal 103 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Kepabeanan terkait dengan pemberitahuan tidak benar. Ancaman hukuman adalah denda berkisar Rp 100 juta hingga Rp 5 Miliar dan atau penjara 2 hingga 8 tahun.
SOFIAN