TEMPO Interaktif, Hua Hin - Lembaga advokasi lingkungan global, Greenpeace, menuntut Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara mengambil posisi lebih tegas dalam usaha mitigasi perubahan iklim.
“Kesepuluh negara di kawasan ini harus setuju menerapkan kebijakan zero deforestasi untuk melindungi hutan,” kata penasehat politik Greenpeace untuk Asia Tenggara, Zelda Soriano
Zelda mengaku kecewa pernyataan bersama ASEAN soal perubahan iklim tidak memuat
angka-angka komitmen yang spesifik dalam penurunan emisi karbon. Dia menampik alasan
sejumlah pemimpin ASEANyang mengaku sengaja tidak menyebutkan angka konkret untuk mengamankan posisi negosiasi negara-negara berkembang dalam perundingan Kopenhagen, Desember depan. “Itu hanya alasan saja,” katanya keras.
ASEAN sendiri sudah memiliki Traktat Perlindungan Alam dan Sumber Daya Alam, yang ditandatangani pada 1995 silam. Selain itu ada juga sejumlah perjanjian dan deklarasi untuk konservasi alam. “Jadi, sebenarnya ASEAN tidak mulai dari nol dalam usahanya memitigasi perubahan iklim,” kata Zelda. Yang diperlukan saat ini, kata dia, adalah sebuah kerangka kerja regional untuk perlindungan alam dan pengurangan emisi karbon. “Kalau itu tidak ada, maka kebijakan nasional masing-masing negara di kawasan ini tidak akan berguna,” katanya.
Greenpeace sendiri siap bekerjasama dengan Sekretariat Asean untuk membantu merumuskan kebijakan regional untuk perubahan iklim. Selain itu, lembaga ini juga sudah menyiapkan usulan untuk pengembangan energi alternatif di kawasan. “Kami menolak penggunaan nuklir dan bahan bakar nabati (bio-fuel) sebagai alternatif,” katanya. Nuklir beresiko besar, sementara biofuel berbahaya untuk ketahanan pangan jangka panjang.
Sumber Tempo yang aktif dalam pembahasan di KTT Asean kali ini mengakui masih ada perbedaan sikap antar negara Asean soal perubahan iklim. Indonesia menolak jika pembakaran hutan dituding sebagai penyumbang terbesar emisi karbon. Sementara, sebagian negara lain, menolak skema perlindungan alam yang biayanya dibebankan pada negara maju. “Sebagian negara paham pentingnya membahas perubahan iklim, namun tidak sepakat pada solusinya, sementara sebagian yang lain masih berusaha memahami kenapa isu ini penting dibahas,” katanya.
Ketidaksamaan persepsi itu nampak dari sikap aparat keamanan Thailand yang membubarkan paksa unjukrasa Greenpeace di lokasi KTT Asean kemarin. Unjukrasa sepuluh orang berkaos hijau itu semula hendak mendorong bola dunia raksasa ke lokasi KTT Asean di Hotel Dusit Thani, Hua Hin.
WAHYU DHYATMIKA