Harijanto mengatakan apa yang dilakukan MS Hidayat jangan sampai sebatas slogan semata. "Ya ini kan biasa, karena masih baru," katanya mengomentari pernyataan Hidayat yang akan membenahi regulasi di sektor industri padat karya, berorientasi ekspor, dan pemakaian komponen dalam negeri.
Ia menyesalkan mekanisme insentif selama ini yang tidak berjalan. "Masak disamakan industri yang menyerap 10 hingga 20 ribu karyawan dengan yang 100 karyawan," katanya. "Harus ada insentif yang jelas." Demikian pula dengan peraturan tenaga kerja yang ia nilai belum kondusif.
"Ini berkaitan relasi antara pengusaha dan karyawan kerap terganggu," katanya. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, kata dia, harus direvisi. "Selama ini mandek," ucapnya. Selama ini sejumlah pemodal ingin berinvestasi di industri sepatu merasa gamang lantaran insentifnya yang tak jelas. Akhirnya, pemodal tersebut mengurungkan niatnya.
Tapi Harijanto mengapresiasi road map industri yang dihasilkan Kamar Dagang dan Industri Indonesia. "Sekarang tinggal apakah (MS HIdayat) berani membuat terobosan," katanya. Ia juga setuju dengan gagasan Hidayat yang akan membenahi regulasi industri yang padat karya dan ekspor.
"Tapi solusinya harus jelas," ucap dia. Harijanto mengamsalkan soal perpajakan. "Adakah insentif untuk perusahaan yang mempekerjakan 5.000 orang? Kalau soal infrastruktur itu sudah pasti dan itulah pekerjaan pemerintah," katanya.
Saat ini, menurut dia, industri persepatuan Indonesia masuk tiga besar pengekspor sepatu dunia bersama Vietnam dan Cina dengan nilai US$ 1,9 miliar. Industri sepatu saat ini menyerap 400-ribuan orang tenaga kerja. "Padahal sebelum era reformasi, industri ini bisa menyerap 800 ribu hingga satu juta tenaga kerja," ucap Harijanto.
IQBAL MUHTAROM