TEMPO Interaktif, Sidoarjo - Bupati Sidoarjo Win Hendrarso mengatakan pilihan cara konsinyasi (penitipan uang ganti kerugian ke pengadilan negeri) dalam pembebasan tanah warga untuk lahan relokasi jalan tol Porong masih rumit. Beberapa warga berkukuh meminta harga tanah yang ditawarkan Panitia Pembebasan Tanah (P2T) dinaikkan.
"Ini masih rumit, konsinyasi belum bisa dilakukan," kata Win, Selasa (27/10). Karena itu, Wakil Presiden Boediono sempat menelepon Win dan memintanya menghadap ke Jakarta untuk membahas kemungkinan langkah konsinyasi diambil. Wapres, kata Win, berkeinginan agar pembangunan proyek relokasi tol segera diselesaikan.
Win mengatakan 80 persen lahan yang dibutuhkan sudah terbebaskan karena pemilik tanah sudah sepakat harga. Selebihnya belum, karena pemilik tanah menganggap harga yang ditawarkan masih murah.
Berdasar aturan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nomor 3 Tahun 2007, seharusnya jalur konsinyasi bisa dilakukan jika lahan yang dibebaskan sudah mencapai 75 persen."Tapi kami tidak mau buru-buru, harus dikonsultasikan dulu," kata Win.
Konsinyasi juga diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 yang diubah oleh Perpres Nomor 65 Tahun 2006. "Apabila setelah diadakan musyawarah tidak tercapai kesepakatan, Panitia Pengadaan Tanah menetapkan besarnya ganti rugi dan menitipkan uang ganti rugi kepada pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi lokasi tanah yang bersangkutan."
Menurut Win, mayoritas warga yang menolak harga yang ditawarkan P2T adalah pemilik tanah kering berupa pekarangan rumah. Terdapat puluhan warga yang tersebar di beberapa desa, di antaranya beberapa warga Desa Porong, Luweh, dan Sumo, Kecamatan Porong. Harga tanah kering ditawar oleh P2T Rp 490 ribu per meter.
Harga itu sudah berdasarkan penilaian yang dilakukan tim appraisal (penilaian aset) independen yang ditunjuk pemerintah, yaitu PT Sucofindo. Bahkan, katanya, berdasarkan survei, harga satu meter tanah kaveling di pasaran sudah di bawah itu. "Kami tidak berani lagi menaikkan harga," ucapnya.
Purnomo, warga Desa Porong, salah satu pemilik tanah, mengatakan berdasarkan survei warga, harga satu meter tanah kaveling di pasaran mencapai Rp 300 ribu. Harga itu itu belum ongkos pengurukan, yang bila ditotal bisa mencapai Rp 400 ribu lebih. Sebab itu, kata dia, warga tetap ngotot agar harga dinaikkan sedikit lagi. "Belum untuk biaya membangun rumah," terang dia.
Sementara soal konsinyasi, dia mengaku tidak masalah. Hanya saja, lelaki yang akrab disapa Mas Pur itu menyesalkan minimnya sosialisasi dan informasi dari P2T. P2T juga dinilai kurang getol melakukan pendekatan dengan warga. Jika dihitung, lanjutnya, hanya dua kali P2T melakukan penawaran harga. "Padahal ini jual-beli tanah, bukan permen," ucapnya.
Kepala Humas Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS), Akhmad Zulkarnaen, mengatakan BPLS mentargetkan akhir 2009 lahan sudah dibebaskan seluruhnya. Dia merinci, 50 persen lahan sudah bebas, sisanya sebagian besar sepakat harga dan sisanya belum. "Konsinyasi diambil kalau sudah mentok," ucapnya."Yang penting saat ini kami masih melakukan pendekatan."
MUHAMMAD TAUFIK