Demikian dikemukakan ekonom Standard Chartered Bank, Fauzi Ichsan, dalam jumpa wartawan di Hotel Gran Melia, Jakarta, Rabu (28/10). "Sebagai antisipasi risiko inflasi, Bank Indonesia akan menaikkan BI Rate ke level 7 persen pada triwulan pertama, dan 7,5 persen pada triwulan kedua," katanya.
Dia memperkirakan suku bunga bank sentral bakal tetap berada di level 7,5 persen hingga akhir 2010. Namun kenaikan BI Rate tidak serta merta mendongkrak suku bunga. "Kalau likuiditas global normal, suku bunga kredit bisa tetap 9 atau 10 persen," ujar Fauzi. Jika tidak, faktor yang mempengaruhi pergerakan suku bunga adalah sentimen pasar dan kondisi masing-masing bank.
Fauzi menilai cadangan devisa Indonesia terus meningkat, dari US$ 50,6 miliar di Februari lalu, jadi US$ 62 miliar akhir tahun nanti. Dan pada Desember 2010 bisa mencapai US$ 70 miliar. Penguatan cadangan devisa akan mendongkrak penguatan nilai tukar rupiah.
Pada Desember 2008, rupiah masih setara 11.300 per dolar AS. Nilainya terus menguat hingga kisaran Rp 9.500 beberapa pekan terakhir. "Kami perkirakan akan menguat lebih lanjut ke level Rp 9.200 per 1 US$ di akhir Desember 2009," ucap Fauzi yang memperkirakan rupiah akan stabil di kisaran Rp 9.300 per dolar AS hingga pertengahan 2010.
Faktor lain yang mengatrol kinerja rupiah adalah ekspektasi investor pada performa ekonomi Indonesia yang dinilai lebih baik ketimbang negara-negara tetangga. Menurut Fauzi, hal itu tercermin dari masuknya dana asing ke bursa saham. "Selama Januari hingga pertengahan Agustus 2009, dan indeks harga saham gabungan yang naik 95 persen," ucapnya.
Namun hal yang harus diwaspadai pemerintah untuk menjaga kestabilan ekonomi adalah sensitifnya bursa saham. Sebab, lebih dari 60 persen kapitalisme saham Indonesia adalah milik pemodal asing. Nilainya diperkirakan sekitar US$ 80 hingga US$ 90 miliar. Hal ini berbahaya jika krisis ekonomi kembali meruyak dan investor menarik saham mereka. Tapi dia menilai kecil kemungkinan terulangnya krisis keuangan global.
REZA MAULANA