"Produksi pengolahan tumbuh 0,02 persen. Nyaris tidak ada pertumbuhan, artinya keadaan ekonomi dalam setahun terakhir tidak jauh berbeda," kata Kepala Badan Pusat Statistik, Rusman Heriawan, di Jakarta, Senin (2/11).
Rusman mengatakan, pelambatan itu mengindikasikan daya serap pasar nyaris tidak berubah dibandingkan kondisi tahun lalu. Tahun lalu, pertumbuhan produksi industri tercatat sebesar 3,01 persen, melambat dibandingkan pencapaian 2007 yakni 5,57 persen. "Krisis keuangan global yang terjadi menjelang akhir 2008 sampai awal 2009 ternyata memberikan dampak yang kuat terhadap kegiatan industri dalam negeri," ujarnya.
Dia memaparkan, industri pengolahan yang mengalami penurunan cukup tajam antara lain kendaraan bermotor sebesar minus 9,58 persen, pakaian jadi sebesar minus 7,53 persen, radio, televisi, peralatan komunikasi, dan perlengkapannya sebesar minus 7,36 persen, serta peralatan kedokteran, alat ukur, peralatan navigasi, peralatan optik, jam dan lonceng sebesar minus 6,25 persen.
Meski demikian, beberapa jenis industri pengolahan sebenarnya masih mampu mencatat pertumbuhan. Pengolahan tembakau, misalnya, mampu tumbuh 25,18 persen, makanan dan minuman tumbuh 11,79 persen, mesin dan perlengkapan tumbuh 10,66 persen, serta kulit, barang dari kulit, dan alas kaki tumbuh 4,29 persen.
Menurut Rusman, sebenarnya pemerintah telah berupaya untuk membangkitkan industri dengan meluncurkan kebijakan stimulus fiskal. Namun, nilai stimulus fiskal yang Rp 73,3 triliun tidak seberapa jika dibandingkan dengan keseluruhan aktivitas industri.
Apalagi, stimulus itu pun baru efektif berjalan menjelang kuartal ketiga 2009. “Penyerapan stimulus fiskal tidak terlalu cepat," ujarnya. Oleh sebab itu, dia berharap, penyerapan stimulus fiskal yang belakangan mulai digeber bakal mampu meredam pelambatan industri pada triwulan terakhir 2009.
AGOENG WIJAYA