Pasalnya, negara sekawasan seperti Thailand, Cina, dan Jepang, sudah memasuki tingkat minus inflasi, atau deflasi, dimana terjadi peningkatan nilai uang. "Kita tidak bisa meremehkan hantu inflasi di depan," kata ekonom Bank Dunia, Sjamsu Rahardja, di Jakarta, Rabu (4/11).
Ekonom Bank Negara Indonesia Ryan Kiryanto mendukung langkah Bank Sentral dalam mempertahankan BI Rate, yang berada di kisaran yang sama sejak Agustus. "Ekspektasi inflasi cenderung tinggi, 3,8 hingga 4,3 persen," ucapnya.
Rendahnya angka inflasi itu disebabkan pertumbuhan ekonomi yang mendorong tingkat konsumsi masyarakat. Faktor lain, Ryan melanjutkan, adalah tekanan dari harga minyak dunia yang menembus US$ 75 per barel.
Dia menilai suku bunga acuan di level 6,5 persen juga mampu membantu menahan depresiasi rupiah yang akhir-akhir ini tertekan. "Juga untuk menjaga kuda-kuda kestabilan moneter dan ekonomi hingga akhir tahun ini," ujar Ryan. Menurut dia, level tersebut juga cukup akomodatif bagi pelaku sektor riil.
Dewan Gubernur Bank Indonesia hari ini memutuskan mempertahankan suku bunga acuan di level 6,5 persen. Keputusan tersebut diambil dalam Rapat Dewan Gubernur dengan pertimbangan kebijakan moneter saat ini masih kondusif bagi proses pemulihan perekonomian dan intermediasi perbankan.
Pertimbangan lainnya adalah tingkat BI Rate masih konsisten dengan sasaran inflasi tahun 2010 sebesar 5 persen plus-minus 1 persen. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional tetap stabil. Indikatornya adalah masih terjaganya rasio kecukupan modal per September 2009 sebesar 17,7 persen.
REZA MAULANA