TEMPO Interaktif, Jakarta -Pencipta novel Lembata, Floribertus Rahardi, yang meraih Penghargaan Literatur Khatulistiwa atau Khatulistiwa Literary Award ke-9 untuk kategori prosa terbaik mengritik gereja yang jadi bagian kapitalisme modern.
Dalam novel Lembata tersebut, menurut Rahardi, gereja membentuk orang untuk mendukung misi gereja itu sendiri. Ia melihat, meski telah mendidik para petani dan peternak, gereja malah menjadi otosentris. "Tetap saja orang itu dibentuk untuk mendukung gereja," jelas Rahardi, Selasa (10/11) malam.
Baca Juga:
Menurut Ketua Tim Juri Penghargaan Robertus Robet, kritik dalam karya Rahadi tersebut terbangun secara alami. Rahardi, kata Robet, bisa membangun hubungan antar tokoh dengan kejadian kritik yang dibangun secara alami.
Karyanya mengarah ke pembangunan nilai-nilai universalitas, sehingga kritik tersebut dapat diapresiasi. "Itu yang diapresiasi lebih oleh tim juri," ujar Robet disela acara.
Menurut Robertus, menilai karya sastra itu bukan perkara mudah. Cara terbaik memutuskannya adalah memperdebatkan secara serius sebuah karya sastra dari sudut pandang subjektivitas masing-masing juri. "Tim juri tidak mengenal standar baku sastra, karena yang ada adalah perdebatan tentang sastra," Robertus menjelaskan.
Menanggapi karya Rahardi, Robet melihat bagaimanapun itu, sastra mempertimbangkan aspek ke arah universalitas. Di samping dilihat dari sumbangannya terhadap kebaruan kondisi kemanusiaan.
Selebihnya tim juri menggali mengenai kesetiaan si penulis untuk memperjuangkan imajinasinya sendiri. "Juri melihat sejauh mana militansi si penulis membangun ide dan imajinasinya dalam bahasa," kata Robet.
HERU TRIYONO