TEMPO Interaktif, Makassar – Pemerintah Kota Makassar masih membutuhkan data yang lebih akurat seputar jumlah rakyat miskin di kota ini.
“Untuk itu kami butuh bantuan dari teman-teman,” ujar Walikota Ilham Arief Sirajuddin saat dialog dengan para peserta acara bertajuk ‘Grassroots Women’s Strategies For Fighting Evictions’, di Hotel Banua, Makassar, Jumat (13/11).
Sekitar 50 peserta yang hadir, selain dari Indonesia, sebagian berasal dari Filipina, Korea Selatan, Thailand, dan Kamboja. Sesi dialog ini adalah acara puncak dari rangkaian lokakarya yang digelar LSM Urban Poor Consortium (UPC). Dalam acara juga hadir aktivis perwakilan rakyat miskin Makassar, Komite Perjuangan Rakyat Miskin (KPRM).
Saat salah seorang peserta dari Thailand bernama Hamhong menanyakan sengketa tanah warga miskin di Kampung Pisang, Kelurahan Maccini Sombala, Ilham mengaku belum punya data lengkap mengenai itu. ”Saya belum tahu mengai kasus di kampung itu. Memang kelemahan pemerintah pada tataran ini. Karena itu kami minta bantuan untuk mendata rakyat miskin agar lebih akurat,” ujarnya.
Ilham mengharapkan bantuan KPRM untuk mendata rakyat miskin kota dan menyampaikannya kepada pemerintah. “Agar itu bisa menjadi proteksi awal sebagai nilai bargaining bagi Pemerintah Kota kepada para investor, agar mereka tidak tergusur dengan sendirinya,” jelas Ilham.
Di kota yang luasnya 175,77 kilometer persegi ini, terdapat 123 Kelurahan. Sebanyak 26 di antaranya adalah wilayah kumuh. Daerah inilah yang sangat rawan terkena penggusuran. Sementara jumlah keluarga miskin untuk 2006 sebanyak 70.160. Dan tahun ini sebanyak 62.000.
Banyaknya kasus kemiskinan pada masyarakat Kota Makassar tak lepas dari meningkatnya urbanisasi. “Salah satu penyebab utama masalah kemiskinan ini adalah urbanisasi,” tutur Ilham. Menurut data Kantor Catatan Sipil dan Kependudukan Kota Makassar, pertambahan jumlah penduduk kota Makassar mencapai 1,8 persen per tahun.
Dalam dialog, Ilham juga mengatakan, pemerintah telah mengupayakan solusi dari masalah pemukiman rakyat miskin melalui pembangunan rumah susun sederhana sewa. “Ke depan, kita berharap ini bisa menjadi rumah susun sederhana milik,” janjinya.
Namun, menurut Koordinator UPC Makassar Andi Syafrullah, kebijakan rumah susun sederhana sewa itu tak cukup membantu karena harga sewanya berkisar Rp 100 ribu hingga Rp 175 ribu per bulan. Padahal, harga sewa untuk rumah kontrakan di daerah rakyat miskin hanya sekitar Rp 50 ribu hingga Rp 75 ribu. “Itu tak memberikan solusi karena harga sewanya terlalu mahal,” ujar Syafrullah kepada Tempo.
SUKMAWATI