Berdasarkan riset yang dilakukan The Post Institute, lembaga yang bergerak di bidang sosial dan penegakkan peraturan pemerintah daerah ini menemukan banyaknya anak di bawah umur yang hidup di lingkungan prostitusi. Usia mereka rata-rata antara 5-12 tahun. “Mereka adalah anak-danak para PSK,” kata Mawan kepada Tempo, Minggu (15/11).
Keberadaan anak-anak ini ditemukan di lokalisasi Poluhan, Desa Kendalrejo, Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar, yang merupakan lokalisasi terbesar di kabupaten itu. Di tempat itu terdapat sedikitnya 106 PSK. Jumlah tersebut jauh lebih besar dibanding dua lokalisasi lainnya yakni lokalisasi Tanggul, di Desa Pasirharjo, Kecamatan Talun yang dihuni 74 PSK dan lokalisasi Ngreco, Desa Gampengrejo, Kecamatan Selorejo yang diawaki 45 PSK.
Selain faktor psikologis, anak-anak tersebut rawan tertular berbagai penyakit yang dibawa lelaki hidung belang maupun orang tua mereka. Kondisi ini berjalan seiring dengan penemuan pengidap HIV/AIDS yang terus bertambah di tempat itu. Karenanya The Post Institute mendesak Pemerintah Kabupaten Blitar memberikan rumah tinggal alternatif kepada anak-anak tersebut agar tidak terkungkung dalam lokalisasi. “Tentu saja upaya ini tidak untuk memisahkan mereka dari orang tuanya,” kata Mawan.
Anggota Komite Pelarangan Prostitusi dan Penanganan Wanita Tuna Susila Pemerintah Kabupaten Blitar Darwanto mengaku telah menyiapkan pemberian bea siswa kepada anak-anak PSK. Hanya saja dia berdalih masih kesulitan mencari formula pemberian bea siswa itu agar efektif. Pemerintah juga akan memberikan pelatihan wiraswasta kepada PSK meski tingkat keberhasilannya masih rendah. “Kita awali dengan penyiapan permodalannya,” katanya.
HARI TRI WASONO