TEMPO Interaktif, Palu - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) saat ini tengah menyelesaikan permasalahan terkait hak-hak keperdataan di daerah pascakonflik Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah (Sulteng).
Wakil Ketua Komnas HAM, Ridha Saleh, Rabu (18/11), mengatakan hak keperdataan warga Poso perlu segera diselesaikan agar tidak menjadi batu sandungan dalam upaya membawa Poso ke situasi seperti dulu sebelum konflik.
"Saat ini kami telah mengidentifikasi tanah yang tak bertuan karena ditinggal pemiliknya saat terjadi konflik komunal di Poso beberapa tahun silam," katanya.
Ia menjelaskan, hak-hak keperdataan secara lebih luas juga menyangkut hak atas kepemilikan tanah, pekerjaan, kehidupan yang layak, hak atas perumahan, serta hak atas pendidikan dan kesehatan. "Namun, saat ini kita hanya berkonsentrasi atas kepemilihan lahan," katanya.
Menurut dia, pengabaian hak-hak keperdataan berpeluang memunculkan permasalahan baru yang lebih serius sehingga pemerintah dengan dukungan elemen terkait haruslah menyelesaikan hal itu.
Dia juga menyebutkan, pentingnya pemenuhan hak-hak keperdataan pascakonflik akan menimbulkan pembauran secara utuh dan menyeluruh di dalam masyarakat. "Selain itu, juga bisa mempertahankan keragaman dalam kehidupan masyarakat di Poso," ujarnya.
Sesuai data Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Poso, permasalahan hak keperdataan yang sering muncul adalah sertifikat hilang atau musnah terbakar paling banyak terdapat di Mayajaya (107 kasus) dan Uelene (61 kasus) yang terletak di Kecamatan Pamona Selatan.
Konflik di Poso yang terjadi pada 1998 hingga 2006 itu juga menyebabkan puluhan ribu warganya mengungsi ke tempat yang aman. Ribuan pengungsi masih tinggal ditempat pengungsian karena takut kembali, apalagi lahan miliknya sudah diambil orang.
"Kita terus memfasilitasi untuk mengatasi permasalahan ini, supaya Kabupaten Poso kembali aman seperti dulu," Ridha Saleh.
DARLIS