TEMPO Interaktif, Jakarta - Langkah Menteri Kehutanan yang menghentikan sementara operasi penebangan hutan gambut Semenanjung Kampar oleh PT Riau Andalan Pulp and Paper diapresiasi lembaga swadaya masyarakat. Mereka mendesak agar pemerintah mencabut secara permanen.
"Sebagai tahap pertama, tindakan itu perlu diapresiasi," kata Juru Kampanye Hutan Greenpeace Rusmaidah melalui sambungan telepon, Sabtu (21/11). "Kami berharap tidak hanya untuk sementara, tetapi dicabut permanen," tambahnya.
Menurut Rusmaidah, hutan gambut Semenanjung Kampar harus diselamatkan karena merupakah lahan yang labil dan mengandung 2 miliar ton karbon.
Penebangan hutan gambut berarti turut menyumbang emisi karbon dunia. "Komitmen Presiden Yudhoyono untuk menurunkan emisi gas karbon 26 persen pada 2020 bisa dimulai dari Semenanjung Kampar," ujarnya.
Penebangan hutan atau deforestation, kata Rusmaidah, menjadi penyumbang terbesar emisi gas karbon Indonesia. Oleh karena itu, Greenpeace juga mendesak pemerintah mengevaluasi semua izin penebangan di Semenanjung Kampar. "Seharusnya tidak hanya terhadap RAPP, tetapi semua perusahaan yang beroperasi di sana," ujarnya.
Apresiasi atas pencabutan sementara izin RAPP juga datang dari Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari). Koordinator Jikalahari Susanto Kurniawan mendesak pemerintah untuk mencabut permanen dan mengevaluasi semua perizinan di Semenanjung Kampar.
Susanto juga mendesak polisi untuk menelisik dugaan pelanggaran yang dilakukan RAPP menebang hutan. "Seharusnya polisi bisa memulai proses penyelidikan dugaan pelanggaran oleh RAPP," ujarnya.
Di sisi lain, Susanto menduga ada indikasi korupsi dalam proses keluarnya izin penebangan hutan Semenanjung Kampar. "Soalnya Dinas Kehutanan Riau belum mengeluarkan rekomendasi, kok Departemen Kehutanan bisa mengeluarkan izin," ujarnya.
TITO SIANIPAR