TEMPO Interaktif, Jakarta -Himpunan Pengusaha Muda Indonesia menyarankan pemerintah dan lembaga keuangan memberikan keringanan permodalan bagi industri rumah tangga atau industri kecil menengah.
Pasalnya, industri itu mulai morat-marit akibat krisis listrik sebulan terakhir. “Berdasarkan keluhan yang masuk ke asosiasi, arus kas industri rumahan dan industri kecil menengah rata-rata sudah negatif, kerugian triliunan rupiah ada di depan mata,” ujar Ketua Umum Himpunan, Erwin Aksa dalam siaran pers Minggu (22/11).
Selain biaya modal yang tinggi, industri kecil juga menderita kehilangan pasar utamanya yang berorientasi ekspor. Himpunan memantau, pemadaman listrik menyebabkan kegiatan produksi industri kecil berhenti total.
Diawali distribusi yang terlambat, hingga hilangnya kepercayaan pasar di luar negeri. Pemadaman listrik membuat industri rumah tangga mengeluarkan biaya operasional tambahan berupa lembur para pekerja, untuk menggantikan hari saat
pemadaman terjadi.
“Keringanan dapat berupa pengurangan bunga pinjaman atau penundaan pembayaran angsuran kredit,” kata Erwin. Menurutnya, Bank perlu merestrukturisasi kredit industri rumahan, terutama bagi debitor yang merugi akibat kehilangan setrum.
“Soalnya, kerugian itu lebih disebabkan faktor eksternal, yaitu kelalaian pemerintah dalam menyediakan energi listrik, bukan salah kelola,” ujar Erwin.
Restrukturisasi, lanjut Erwin, akan meringankan biaya modal (capital cost), yang selama ini memang sudah sangat memberatkan pelaku usaha. Di sisi lain, perbankan dapat menyelamatkan nasabah potensial mereka. “Sangat disayangkan kalau nanti nasabah-nasabah potensial itu di blacklist oleh perbankan,” ujar Erwin.
Bantuan ini bisa dipelopori bank-bank pelat merah. Sekretaris Jenderal Himpunan, M Ridwan Mustofa meminta bank negara mempelopori restrukturisasi kredit industri rumahan itu. “Kapasitas bank BUMN sangat kuat untuk merestrukturisasi. Apalagi sebagian besar pasar industri kecil menengah dan UKM dikuasai bank BUMN,” katanya.
Menurutnya bank negara harus jadi pihak yang berpihak pada usaha kecil-menengah, terutama dengan pemberian dan kemudahan kredit. Hal itu terkait fungsi intermediasi perbankan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, memberantas pengangguran dan mengentaskan kemiskinan.
Ridwan menilai bank pelat merah sudah mulai kehilangan orientasi. “Dengan banyak kredit konsumtif, pameran, atau promosi kartu kredit, dari pada fokus ke sektor riil,” katanya.
REZA M