TEMPO Interaktif, Jakarta - Korban pengobatan massal antifilariasis segera melaporkan Departemen Kesehatan dan Organisasi Kesehatan Dunia ke Kepolisian. Kedua institusi tersebut bertanggung jawab atas pengobatan massal yang menimbulkan sembilan korban tewas dan ratusan lainnya menderita sakit.
"Ada kelalaian prosedur yang menyebabkan orang lain meninggal dan sakit," kata Royke Barce Bagalatu, ketua tim advokasi korban pengobatan antifilariasis. Ia akan melapor ke Markas Besar Kepolisian RI pada Kamis pekan ini.
Penyelenggara pengobatan dikenai pasal 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengenai kelalaian yang menyebabkan orang lain meninggal serta pasal 360 tentang kelalaian pengobatan yang menyebabkan orang lain sakit, luka, dan cacat.
Sebanyak sembilan orang meninggal dunia dan ratusan lainnya dilarikan ke rumah sakit dalam pengobatan massal antifilariasis di Majalaya, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Pemerintah menyatakan kematian tidak ada hubungannya dengan pengobatan, tetapi akibat koinsiden atau penyakit yang diderita korban.
Pemerintah, tambah Roy, telah mengabaikan fakta di lapangan bahwa pengobatan tersebut menimbulkan korban tewas maupun sakit. Ia yakin ada yang salah dengan program pengobatan tersebut. Temuan di lapangan, masyarakat pada umumnya tidak mendapatkan informasi yang lengkap mengenai pengobatan tersebut.
Pemerintah tak dapat melimpahkan kesalahan kepada masyarakat yang awam dengan kesehatan. Seharusnya, sebelum program dilaksanakan, pemerintah memberikan pengumuman dan sosialisasi yang cukup. Selain itu, seharusnya dilakukan pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh karena masyarakat pada umumnya tidak memahami riwayat kesehatannya.
AQIDA SWAMURTI