Pelaksana Tugas Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Pemerintah Agus Rahardjo menjelaskan dalam revisi rancangan pertama, pemerintah tak mengizinkan penerbitan jaminan oleh perusahaan asurani. Jaminan pengadaan barang dan jasa hanya boleh diterbitkan bank umum.
Rencana kebijakan itu sempat diprotes karena dapat mematikan usaha kecil yang sulit mendapatkan jaminan perbankan. Dalam revisi rancangan kedua, pemerintah mengizinkan penerbitan jaminan oleh asuransi. Syaratnya hanya untuk pengadaan dengan nilai di bawah Rp 1 miliar.
"Alasannya, proyek di bawah Rp 1 miliar kebanyakan usaha kecil," ujarnya di sela-sela Seminar Nasional Rancangan Perpres (Draf II) di kantor Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta, Selasa (8/12).
Sementara jaminan untuk pengadaan barang dan jasa dengan nilai di atas Rp 1 miliar hanya boleh diterbitkan oleh bank umum. Saat ini dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003, pemerintah memperbolehkan penerbitan jaminan oleh bank umum atau asuransi.
Rancangan perpres tersebut juga mewajibkan perusahaan asuransi penjual produk jaminan (suretyship) memiliki izin dari Departemen Keuangan atau Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan. Dalam aturan sebelumnya pemerintah tidak memasukkan perizinan itu.
Selain itu, rancangan aturan baru mengubah otoritas pernyataan kondisi force majeure atau kahar (kejadian di luar kemampuan manusia) gangguan industri yang dipegang oleh Presiden kepada Menteri Keuangan dengan menteri teknis terkait. "Setelah mendapat pertimbangan dari BPS, BPKP/Inspektorat, dan LKPP," ucapnya.
Dia menjelaskan perubahan itu disebabkan kahar akibat gangguan industri lainnya kerap ditafsirkan secara luas. Sementara aturan kahar akibat bencana alam, dan perang tak berubah.
Agus menambahkan rancangan perubahan aturan penunjukan langsung masih ada kemungkinan berubah. Pada rancangan terakhir 3 Desember, LKPP memperbolehkan penunjukan langsung untuk nilai proyek sampai dengan Rp 100 juta, sesuai harga pasar. Aturan sebelumnya, penunjukkan ini hanya untuk nilai proyek hingga Rp 50 juta.
"Masih beda pendapat," tutur dia. Penunjukan langsung untuk nilai proyek hingga Rp 100 juta, menurut Agus, memiliki potensi korupsi yang besar. "Kami berpendapat lebih baik Rp 50 juta meski banyak yang meminta Rp 100 juta." Keputusan akhir atas nilai penunjukan langsung akan diambil di sidang kabinet.
Istilah penunjukan langsung, kata Agus, digunakan untuk keadaan darurat atau khusus, seperti terbatasnya penyedia jasa karena paten atau gangguan industri. Penunjukan langsung atas nilai proyek yang tak besar akan disebut pembelian atau belanja langsung.
LKPP berencana memasukkan draf final kepada Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional pada 6 Januari 2010. Bila disetujui untuk waktu peralihan Keppres ke Perpres, pemerintah akan memberlakukan dua aturan sekaligus sebelum Perpres baru diberlakukan penuh pada 2011. Penyedia jasa harus memilih salah satu aturan.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Armida Alisjahbana mengatakan Keppres 80/2003 telah melalui tujuh kali revisi sejak 2003. "Banyak kelemahan ketika pelaksanaan," ujarnya ketika membuka seminar.
Revisi aturan, dia melanjukan, memberikan peluang pembiayaan, dorongan atau fasilitasi hasil industri kreatif, budaya, pendidikan, penelitian, dan produk-produk dalam negeri.
RIEKA RAHADIANA