Beberapa diantara tokoh yang duduk di kursi hakim adalah pejuang HAM Munir yang dibunuh dengan racun, anggota Komisi Pemberantasan Korupsi Bibit Samad Riyanto dan Chandra Hamzah, para petani korban kasus PTPN Takalar, penulis surat pembaca Rumah Sakit Omni Tangerang Prita Mulyasari, dan para rakyat kecil.
Dalam aksi yang berlangsung sejak pukul 11.00 itu, para demonstran menuntut pemerintah segera memberantas mafia hukum dan peradilan, menghukum pembunuh Munir, menyusun dan mengesahkan Undang-Undang Bantuan Hukum, menciptakan upah layak bagi buruh, dan melindungi tanah milik rakyat.
“Negara ini kaya aturan hukum, namun miskin implementasi,” ujar seorang mahasiswa yang berorasi. Ia menyebutkan pemerintah juga melanggar HAM dengan mengirim 9 juta rakyatnya ke luar negeri sebagai tenaga kerja akibat tidak adanya lapangan kerja di dalam negeri.
Aksi itu juga diikuti aktivis Lembaga Bantuan Hukum Makassar, Wahana Lingkungan Hidup Sulawesi Selatan, mahasiswa Universitas Hasanuddin, serta beberapa warga Kecamatan Mariso. Madinah Daeng Selong, 74 tahun, mengatakan terdorong ikut karena hak asasinya dirampas pemerintah.
“Sejak pembangunan Center Point of Indonesia, mata pencaharian kami hilang,” ujarnya. Ia menuturkan, penghasilannya dari mencari kerang di daerah itu mencapai Rp 40 ribu per hari sebelum pembangunan Center Point dimulai.
SUKMAWATI