TEMPO Interaktif, Semarang - Lembaga Studi Sosial dan Agama Semarang mencatat kasus intolernasi keberagamaan antarumat beragama di Jawa Tengah masih tergolong tinggi.
"Selama 2009, kami menemukan situasi intoleransi sebanyak 29 kasus di berbagai daerah di Jawa Tengah," kata Direktur Lembaga Studi Sosial dan Agama Semarang Tedi Kholiludin di kantornya, Kamis (10/12).
Tedi menyatakan, selama 2009 ini kasus intoleransi yang bentuknya kebencian dan intervensi terhadap keyakinan itu yang paling mendominasi dalam kehidupan kebebasan beragama.
Kasus intoleransi beragama yang mencolok adalah penutupan paket nasi murah untuk berbuka puasa oleh Gereja Kristen Jawa (GKJ) Manahan Kota Solo pada 28 Agustus 2009.
Kasus lain adalah pembakaran musala milik warga Lembaga Dakwah Islam Indonesia Temanggung. Sedangkan warga Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) dari Desa Krakitan, Bayat, menggeruduk Mapolsek setempat, Sabtu (19/9), yang merupakan protes terhadap tindakan seorang ustad SR warga Dukuh Jombor, Krakitan, Baya yang diduga telah mendiskreditkan LDII dalam beberapa forum.
Tedi menambahkan, intoleransi dalam kategori kebencian (hate speech) muncul dalam beberapa pertanyaan ustad Abu Bakar Ba’asyir. Saat menemui Kapolda Jawa Tengah, pada 27 Juni 2009, Abu Bakar Ba’asyir mengatakan suatu negara bisa aman jika syariat Islam difungsikan, karena manusia tidak bisa diatur secara baik kecuali dengan ajaran Islam.
Abu Bakar Ba’asyir juga mendesak Pemerintah RI pada 20 Agustus 2009, agar mencabut SK Menperindag Nomor 23/MPP/01/2001 tanggal 10 Januari 2001 yang melegalkan hubungan perdagangan antara Indonesia dengan bangsa Israel. "Pernyataan ini yang membuat sikap toleransi menjadi hilang," katanya.
Menurut Tedi, secara umum situasi keagamaan 2009 di Jawa Tengah masih bisa dikatakan relatif baik. "Eskalasi pelanggaran terhadap kebebasan beragama muncul, tapi tidak mencapai angka yang signifikan," katanya.
Sorotan tentang pelanggaran kebebasan beragama terutama adalah kasus pembubaran pengajian Jemaah Ahmadiyyah di Pondok Pesantren Soko Tunggal, Sendangguwo Semarang, Jumat (2/1/09).
Lembaga Studi Sosial dan Agama Semarang merekomendasikan agar para pemangku jabatan di berbagai level bisa menjadi inisiator dalam kedamaian beragama. Selain itu, lembaga ini juga meminta agar Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) bisa lebih melakukan peranannya agar kebebasan beragama bisa diwujudkan.
ROFIUDDIN